Mendorong Perubahan Paradigma Penahanan Lewat Revisi KUHAP
Utama

Mendorong Perubahan Paradigma Penahanan Lewat Revisi KUHAP

Revisi terhadap KUHAP keniscayaan yang tak dapat ditunda-tunda, khususnya membentuk hakim komisaris dalam RKUHAP.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Jadi hukum dan aparat penegakan hukum dipakai sebagai alat untuk take over kepemilikan rakyat, bisa juga hukum dan penegakan hukum alat untuk keinginan rezim yang sedang berkuasa. Itu bacaan saya kedua,” kata dia.

Selain itu, hasil temuan YLBHI mencerminkan lemahnya pengawasan semua lini. Benny mengakui lemahnya pengawasan di internal. Seperti tidak adanya pemeriksaan saksi/tersangka, penangkapan, penahanan, penyadapan. Sejak dahulu, kata Benny, komisi tempatnya bernaung pernah meminta Kepolisian dan Kejaksaan membuat SOP tentang bagaimana menetapkan seseorang menjadi saksi, tersangka, tahanan, hingga penyadapan. “Ini tidak ada SOP, ini clear,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu berpendapat, tak ada perubahan pengawasan ke dalam (internal) terkait penegakan hukum. Dia juga menilai kewenangan Kejaksaan amat luar biasa dalam mengawasi jalannya pemberkasan perkara. Sayangnya, Kejaksaan hanya menjadi stempel hukum, tak dapat mengimbangi kewenangan Kepolisian dalam penanganan perkara. Karenanya, UU 16/2004 masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 agar dibahas dan mengatur penguatan kewenangan Kejaksaan agar mampu mengimbangi Kepolisian. “Yang sampai saat ini uncontroling,” ujarnya.

Kemudian lemahnya pengawasan eksternal yang dilakukan DPR, Komnas HAM, Pers pun lemah terhadap institusi penegak hukum. Begitupula lemahnya pengawasan terhadap yudisial. Oleh sebab itulah, revisi terhadap KUHAP keniscayaan yang tak dapat ditunda-tunda, khususnya membentuk hakim komisaris dalam RKUHAP (hakim yang mengontrol upaya paksa termasuk penahanan, red).

“Nanti yang blepotan adalah temen-temen Kepolisian. Yang menolak paling depan adalah Kepolisian terhadap RKUHAP dan revisi UU Kejaksaan," katanya. 

Tags:

Berita Terkait