Mendorong Perubahan Paradigma Penahanan Lewat Revisi KUHAP
Utama

Mendorong Perubahan Paradigma Penahanan Lewat Revisi KUHAP

Revisi terhadap KUHAP keniscayaan yang tak dapat ditunda-tunda, khususnya membentuk hakim komisaris dalam RKUHAP.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

KUHAP yang merupakan UU No.8 Tahun 1981 ini masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2020-2024. Sayangnya tak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Meski begitu, hasil riset tersebut dapat digunakan untuk mendorong perubahan paradigma mendasar dalam praktik penahanan pada revisi KUHAP nantinya.

Selain itu, mesti mengubah cara pandang penahanan tak lagi berdasarkan lamanya ancaman pidana atau faktor nonhukum. Seperti praktiknya ancaman di bawah lima tahun pun dapat dilakukan penahanan. Ada kewajiban aparat penegak hukum untuk tidak mengintrepretasikan hukum acara pidana.

“Bisa gak kita konsisten tidak semua kejahatan perlu ditahan. Menurut saya riset ini bisa mengubah paradigma tadi. Untuk kemudian membuat skenario pencegahan,” ujarnya.

Sementara anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman menilai jalan keluar terhadap sejumlah persoalan kekeliruan praktik penahanan dengan melakukan perubahan di tingkat kebijakan dan UU. Dia berharap RKUHAP mesti didorong bersama antara elemen masyarakat dan kalangan di DPR. Begitu pula revisi UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. “Tapi kan yang buat UU siapa yang berkuasa menentukan isinya. Cuma yang berkuasa punya pendekatan hukum, seperti kita ini tidak? Ini juga problem,” kata dia.

Selain itu, membuat standar operasional prosedur (SOP) yang menjamin kepastian hukum melakukan penahanan. Seperti tindak pidana yang ancaman pidananya di bawah 5 tahun tak perlu dilakukan penahanan. “Ironisnya dalam praktik di lapangan, tindakan penahanan oleh penegak hukum sebagai alat ‘menekan’.”

Buruknya politik hukum negara

Benny melihat hasil riset YLBHI menunjukan betapa buruknya politik hukum negara dalam penegakan hukum. Sebab, cara pandang pemerintah terhadap hukum masih digunakan sebagai alat mengontrol, menekan, serta mengawasi kelompok dan individu yang tidak sejalan dengan kebijakan rezim.

Dia menilai berdasarkan hasil temuan YLBHI, betapa penegakan hukum tidaklah otonom. Artinya, tidak berorientasi pada tegaknya hukum dan keadilan. Boleh dibilang, penegakan hukum hanya berlaku atas pesanan. Dia meluruskan, pesanan dimaksud bisa berasal dari kekuasaan, semua level maupun pengusaha

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait