Mendorong Penguatan Pengaturan Lembaga Penjamin dalam Revisi UU Penjaminan
Terbaru

Mendorong Penguatan Pengaturan Lembaga Penjamin dalam Revisi UU Penjaminan

Agar mampu meningkatkan akses bagi dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi dan usaha prospektif lainnya ke sumber pembiayaan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua DPD,  Sultan B Najamudin. Foto: Istimewa
Wakil Ketua DPD, Sultan B Najamudin. Foto: Istimewa

Keberadaan lembaga penjaminan dalam UU No.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan  belum optimal. Sebab lembaga penjaminan yang ada belum sepenuhnya hadir dan berpihak sebagai penyanggah suntikan modal bagi  unit usaha bisnis usaha mikro kecil (UMK) sebagai terjamin. Melalui revisi UU 1/2016 menjadi upaya dalam mengatur lebih matang terhadap lembaga penjaminan.

Demikian disampaikan Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  Sultan B Najamudin  melalui keterangannya di Komplek Parlemen, Rabu (1/2/2023). “Lembaga penjaminan saat ini belum sepenuhnya hadir,” ujarnya.

Pandangan Sutan merespon regulasi pembiayaan perbankan yang cenderung mutlak berorientasi profit. Bahkan acapkali mensyaratkan penjamin utang yang memberatkan UMK sebagai terjamin. Menurutnya, lembaga penjaminan perlu berperan optimal dalam mendorong pertumbuhan pembiayaan. Serta terciptanya iklim usaha yang kondusif dalam upaya pemberdayaan UMKM.

Sutan tak heran dengan pembiayaan di sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang masih amat rendah. Setidaknya hanya  mencapai angka 20 persen. Padahal idealnya, kata Sutan, UMKM  mendapat dukungan pembiayaan hingga mencapai 50 persen. Sutan menunjuk negara Korea Selatan. Menurutnya di negeri gingseng itu, pembiayaan khusus UMKM  mencapai 80 persen.

Senator asal Bengkulu itu menuturkan, Komite IV DPD pun telah menangkap berbagai keluhan para pelaku UMK yang belum tersentuh  insentif modal yang memadai dari perbankan. Khususnya program kredit usaha rakyat (KUR). Sutan maklum, tujuan diluncurkannya KUR antara lain mempercepat pengembangan sektor riil, serta meningkatkan akses pembiayaan kepada UMK.


Dengan kata lain, KUR menjadi bantalan pemberdayaan bagi UMK yang telah berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB)  nasional sebesar Rp8.5 triliun. Prinsipnya, KUR merupakan penjaminan kredit yang diperuntukan UMKM yang usahanya layak. Tapi, tidak memiliki  agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan Perbankan yang dijamin oleh beberapa lembaga penjamin.

“Diharapkan lembaga penjamin mampu meningkatkan akses bagi dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi dan usaha prospektif lainnya kepada sumber pembiayaan,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait