Menanti Sikap DPR atas Perppu Penanganan Covid-19
Utama

Menanti Sikap DPR atas Perppu Penanganan Covid-19

Sejak diterbitkan Perppu No. 1 Tahun 2020 sudah berlaku, sampai ada sidang DPR berikutnya yang menyatakan setuju atau tidak setuju dengan Perppu tersebut.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Aboe Bakar Alhabsyi mempertanyakan Pasal 28 Perppu ini karena telah memangkas sebagian fungsi anggaran DPR. Misalnya, kewenangan menentukan defisit, besaran belanja wajib, menggeser anggaran, menerbitkan surat utang, memberi pinjaman, menetapkan anggaran dari luar negeri, hingga memberi hibah ke pemda tanpa melibatkan DPR. Hal itu diatur Pasal 2 Perppu 1/2020 yang mengatur sejumlah kewenangan/hak keuangan negara yang semestinya juga melibatkan DPR.     

 

Menurutnya, Pasal 28 angka 10 Perppu ini telah mencabut kewenangan anggaran DPR dalam UU MD3. Sejumlah pasal dihapus, seperti Pasal 177 huruf c angka 2; Pasal 180 ayat (6); dan Pasal 182. Dengan begitu, DPR tak lagi memiliki kewenangan membahas penyesuaian Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan. 

 

Pasal 28 angka 10 Perppu 1/2020

 

Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku:

 

"Pasal 177 huruf c angka 2, Pasal 180 ayat (6), dan Pasal 182 UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.

 

dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini."

 

Feri melanjutkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan merupakan hak prerogatif presiden berdasarkan “hak ihwal kegentingan yang memaksa”. Berlakunya Perppu itu ketika ditandatangani dan ditetapkan Presiden dan akan diobjektifkan oleh DPR dalam persidangan berikutnya. Namun, sepanjang belum disidangkan oleh DPR, maka Perppu itu berlaku sebagaimana layaknya UU.

 

“Saat ini Perppu No. 1 Tahun 2020 sudah berlaku, sampai ada sidang DPR berikutnya yang menyatakan setuju atau tidak setuju dengan Perppu tersebut,” katanya.

 

Dwi Anggono pun menambahkan tidak ada ketentuan yang mengatur jangka waktu kapan DPR harus membahas Perppu. “Kalau DPR belum membahas, seluruh isi Perppu tersebut akan terus berlaku sampai DPR bersidang untuk menerima atau menolaknya,” kata Bayu.

 

Mengutip pandangan Prof Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya berjudul Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, berlakunya Perppu memiliki waktu terbatas (sementara). Sebab, cepat atau lambat, Perppu mesti dimintakan persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. DPR sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk UU harus menilai secara obyektif ada tidaknya kondisi kegentingan yang memaksa itu.

Tags:

Berita Terkait