Menanti Perlawanan Kembali Direksi Semen Padang
Kolom

Menanti Perlawanan Kembali Direksi Semen Padang

Reformasi memberi banyak perubahan tingkah-polah masyarakat Indonesia. Dari semula pendiam menjadi begitu agresif. Tak terkecuali, sikap direksi yang berani menunjukkan perlawanannya terhadap pemegang saham. Kini, refomasi kembali melahirkan perseteruan, yakni antara Direksi PT Semen Padang (PTSP) dengan PT Semen Gresik (PTSG) selaku pemegang saham PTSP. Pokok sengketanya masalah kekuasaan tampuk kepemimpinan dalam pengelolaan PTSP.

Bacaan 2 Menit

 

Hal ini penting untuk menciptakan iklim bisnis yang sehat di Indonesia. Bisa saja, setelah putusan pengadilan yang menolak alasan penggantian anggota Direksi dan Komisaris PTSP, mereka mengundurkan diri. Yang jelas mereka keluar bukan karena 'dipecat', tapi lebih dengan cara yang terhormat, yakni dengan mengundurkan diri. Bukan karena kinerjanya tidak becus.

 

Kita dapat memetik pelajaran dari yurisprudensi di Belanda yang dikenal dengan Forum Bank Arrest, Arrest H.R. 21 Januari 1955 (N.J 1959 N.43).  Adapun duduk perkaranya menyakut NV (semacam PT) Forum Bank dengan dua kelompok pemegang saham yang perbandingan kepemilikan sahamnya 4:1.

 

Dalam RUPS, kelompok mayoritas berhasil memaksakan untuk memerintahkan 300 saham yang mereka miliki dalam NV harus dibeli kembali oleh NV dengan harga @ pari. Dengan maksud agar dengan uang hasil penjualan tersebut, pemegang saham ini dapat bukan saja mengadakan perhitungan pelunasan atas hutangnya yang ada kepada NV. Namun, lebih daripada itu masih dapat menarik sejumlah uang dari NV yang bersangkutan.

 

Keputusan ini ditentang, utamanya  kelompok pemegang saham  minoritas, direksi dan komisaris NV, yang tidak bersedia mengadakan jual-beli sebagaimana dimaksud pemegang saham mayoritas. Adapun pertimbangan direksi, penjualan dengan harga @ pari tersebut tidak wajar jika dinilai dari harta NV tersebut. Jika dilaksanakan, akan membahayakan posisi NV tersebut (Forum Bank).

 

Akhirnya, diajukan gugatan ke Pengadilan untuk membatalkan keputusan RUPS tersebut dengan dua alasan. Pertama, pemegang saham mayoritas telah bertindak bertentangan dengan UU dan Anggaran Dasar NV serta kesusilaan, keadilan, kepantasan, dan/atau itikad baik. Kedua, sesuai degan hukum Belanda bahwa pengurusan NV dan pengurusan harta kekayaan NV adalah mutlak wewenang direksi.

 

Selanjutnya, pemegang saham mayoritas beralasan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi yang tidak dapat ditentang oleh direksi, meski direksi berpandangan lain. Pengadilan memutuskan menerima gugatan tersebut dan membatalkan keputusan RUPS atas dasar bahwa keputusan RUPS bertentangan dengan kepantasan dan itikad baik.

 

Semoga saja Direksi PTSP berkehendak mempersoalkan pemecatannya di pengadilan. Ini penting untuk iklim manajemen di BUMN dan anak perusahaannya. Selayaknya pemerintah harus menunjuk direksi dan komisaris pada BUMN atau anak perusahaannya (PTSP masuk dalam kategori ini) berdasarkan pertimbangan yang terukur. Asas profesionalitas harus lebih ditekankan, bukan perkoncoan atau karena kepatuhannya pada 'titah' pemerintah selaku pemegang saham, yang pada gilirannya akan membuat BUMN atau anak perusahaan tidak sehat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: