Menakertrans Targetkan Penurunan Jumlah Pengangguran
Berita

Menakertrans Targetkan Penurunan Jumlah Pengangguran

Dengan terus berupaya membuka lapangan pekerjaan baru.

ADY
Bacaan 2 Menit

Timboel tidak melihat dalam target yang diutarakan Muhaimin itu menggunakan strategi investasi dan alokasi APBN. Seperti belanja modal dan alokasi program per kementerian yang disasar untuk membuka lapangan pekerjaan. Yang ada hanya menggelar GPP, pemberdayaan masyarakat, mengembangkan kewirausahaan, memperbanyak pelaksanaan bursa kerja (job fair) dan BLK.

Di tengah kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang berpotensi krisis, Timboel melihat targetan Menakertrans itu cenderung sulit dicapai. Sehingga, capaian terbaik yang dapat dilakukan pemerintah sekarang paling banter mencegah terjadinya PHK. Pasalnya, pelemahan kurs rupiah saat ini berpotensi menyulitkan pengusaha mengimpor bahan baku yang harganya menjadi mahal. Ujungnya, proses produksi dapat terhambat dan tidak menutup kemungkinan terjadi PHK.

Walau begitu Timboel mengusulkan agar GPP yang dinyatakan Menakertrans harus dikampanyekan dengan melibatkan seluruh kementerian dan kepala pemerintahan tingkat I dan II. Sehingga, program-program yang ada dapat diintegrasikan. APBN dan APBD perlu disinkronkan agar dapat secara nyata menurunkan pengangguran. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dan kewirausahaan perlu menggandeng Menteri Koperasi dan UMKM untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka memberi pinjaman bagi wirausaha terdidik. Termasuk membantu alokasi kredit usaha rakyat (KUR).

“Selama ini Kementerian Koperasi dan UMKM lebih cenderung mengalokasikan dana pinjaman dan juga KUR untuk wirausaha yang sudah punya kegiatan usaha, tidak untuk pemula,” urai Timboel.

Mengacu hal itu Timboel mendesak pemerintah untuk lebih banyak lagi mengalokasikan dana pinjaman bagi wirausaha pemula dengan bunga relatif rendah. Sebab, salah satu hambatan masyarakat untuk berwirausaha adalah tingginya bunga KUR dan prosesnya sangat birokratis. “Selain permodalan, pemerintah harus mendukung para wirausaha mengakses pasar dan bahan baku,” tandasnya.

Soal link and match antara dunia pendidikan dan industri, Timboel merasa hal itu kerap dikeluhkan Muhaimin. Timboel melihat selama ini persoalan klasik tersebut tergolong gagal dituntaskan pemerintah. Untuk membenahi masalah link and match, Timboel berpendapat pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan BLK guna menyiapkan tenaga kerja terampil. Sebab, BLK secara kualitas dan kuantitas kurang memadai. “Pemerintah harus mengalokasikan lebih APBN (maupun APBD) untuk menambah jumlah dan kualitas BLK,” pungkasnya.

Tags: