Menakertrans Ikut Undang Investor Asing
Berita

Menakertrans Ikut Undang Investor Asing

Investasi diperlukan untuk mengurangi pengangguran.

ADY
Bacaan 2 Menit

“Beberapa faktor itu sangat menentukan peringkat daya saing Indonesia yang saat ini menurut World Economic Forum (WEF) berada pada peringkat 38. Masih lebih rendah dibandingkan Malaysia, Thailand dan Singapura,” tutur Timboel kepada hukumonline di Jakarta, Sabtu (16/11).

Timboel menyarankan agar saat ini pemerintah lebih fokus kepada penanaman modal dalam negeri (PMDN) ketimbang penanaman modal asing (PMA). Serta maksimalkan APBN untuk membuka lapangan kerja. Ia memantau kemampuan pemerintah untuk memperluas lapangan kerja mengalami penurunan. Sebab, setiap pertumbuhan ekonomi satu persen hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 150 ribu orang, seharusnya bisa mencapai 300 ribu orang. Hal itu menunjukan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan.

Soal ketenagakerjaan Timboel berpendapat harusnya tidak menjadi masalah bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Pasalnya, rata-rata ongkos tenaga kerja di Indonesia masih sekitar 15 persen, jauh lebih rendah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura. Apalagi pemerintah sudah membuat regulasi yang cenderung menguntungkan investor. Seperti UU No.13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan dan UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bagi Timboel kedua UU itu menganut sistem pasar tenaga kerja fleksibel yang menguntungkan investor.

Timboel mengingatkan ketika UU Ketenagakerjaan disahkan, pemerintah yakin regulasi itu akan menarik investor secara masif untuk masuk ke Indonesia sehingga akan tercipta banyak lapangan kerja. Tapi, faktanya investor masih berhati-hati untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Sebab, ada masalah yang menghambat investasi seperti penegakan hukum, infrastruktur, birokrasi dan ketersediaan energi. “Bukan karena masalah ketenagakerjaan,” tukasnya.

Selain itu Timboel menyoroti program Kemnakertrans lewat lima pilar aksi percepatan penciptaan kesempatan kerja. Menurutnya, sampai saat ini pemerintah gagal meningkatkan kualitas SDM masyarakat. Padahal, 20 persen APBN sudah dialokasikan untuk pendidikan. Dalam meningkatkan keterampilan angkatan kerja, Kemankertrans selama ini hanya bertumpu pada Balai Latihan Kerja (BLK) yang kualitas dan kuantitasnya minim. Begitu pula dengan kewirausahaan dan UMKM yang terbatas dukungannya dari pemerintah. Misalnya, suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih tinggi dan masalah birokrasi yang menyulitkan untuk mendapatkan kredit itu.

Terkait tenaga kerja asing, Timboel berpendapat jika perizinan masuk dipermudah maka menjadi ancaman bagi pekerja Indonesia. Ia menilai pekerja Indonesia mampu melakukan hampir semua jenis pekerjaan yang tersedia. Merujuk amanat UU Ketenagakerjaan, prioritas harus diberikan kepada pekerja Indonesia ketimbang asing. Sebab, pekerja asing hanya berfungsi untuk alih pengetahuan dan teknologi. “Jangan sampai berdalih mengundang investasi asing tapi malah membuat rakyat Indonesia menjadi pengangguran yang hanya diposisikan sebagai konsumen saja,” paparnya.

Tak ketinggalan Timboel mengkritik data BPS tentang pengangguran terbuka. Menurutnya, BPS harus memperbaiki data tersebut karena ada 18 juta pekerja yang tidak mendapat upah. Para pekerja itu biasanya bekerja di sektor informal seperti usaha keluarga dan rumah makan. Harusnya pekerja yang tidak mendapat upah itu dikategorikan sebagai pengangguran sebagaimana yang berlaku di negara lain seperti Amerika Serikat. Jika data itu tidak masuk dalam pengangguran terbuka maka BPS tidak obyektif dan bernuansa politis. “Biar terkesan angka pengangguran kecil dan terkendali,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait