Menakar Tantangan dalam Prolegnas 5 Tahun ke Depan
Utama

Menakar Tantangan dalam Prolegnas 5 Tahun ke Depan

Tiga masalah besar menjadi beban legislasi. Perlu mengefektfikan pelaksanaan fungsi legislasi ke depannya dengan beberapa upaya, seperti menyaring RUU priotas tahunan dengan mengesampingkan materi yang tidak seharusnya diatur dalam undang-undang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Reformasi Regulasi, Gagasan Akademik dari Tiga Kota)

 

Kedua, Bamus DPR perlu menyusun strategi dan komitmen bersama antar pimpinan alat kelengkapan dan fraksi dalam membahas dan menyelesaikan RUU. Ketiga, perlunya DPR merancang kembali sistem informasi dalam menjamin transparansi dan akuntabilitas setiap pembahasan RUU. Tak saja melalui website milik DPR, namun pula sistem informasi lainnya.

 

Keempat, masing-masing fraksi partai di parlemen harus mendisiplinkan serta mengevaluasi kinerja anggotanya secara berkala dalam melaksanakan fungsi legislasi. Seperti tingkat kehadiran anggotanya dalam mengikuti pembahasan RUU. Kelima, memperbaiki sistem pendukung fungsi legislasi seperti tenaga pendukung, sistem komunikasi dan dokumentasi proses legislasi dan undang-undang baik internal maupun eksternal.

 

Baginya, 2020 menjadi tahun tantangan bagi DPR dalam mengembalikan kepercayaan publik khususnya kinerja di bidang legislasi. Pasalnya diakhir periode sebelumnya, memunculkan kontroversi dan polemik di masyarakat. Oleh karena itu, DPR 2019-2024 harus bekerja keras untuk menjalankan fungsi legislasinya.

 

Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menambahkan, banyaknya jumlah RUU yang dimasukan dalam daftar Prolegnas lima tahunan menunjukan watak DPR yang cenderung terpesona pada kuantintas ketimbang kualitas. Padahal evaluasi kinerja legislasi DPR 2014-2019 yang dilakukan Baleg pada 6 November 2019, salah satu poin rekomendasinya adalah DPR harus menyusun prolegnas yang sederhana tetapi mementingkan kualitas.

 

Menurutnya, dengan jumlah prolegnas yang masih cukup banyak, DPR periode ini masih mengulangi model perencanaan legislasi yang buruk dari periode sebelumnya. Dia menilai, jumlah prolegnas yang banyak ini nampak tidak sejalan dengan semangat omnibus law. Yaitu menyederhanakan perundang-undangan dengan menggabungkan atau menghapus peraturan perundang-undangan menjadi satu undang-undang. Sebaliknya dalam merencanakan prolegnas DPR lebih mengutamakan jumlah daripada mempertimbangkan konsep omnibus law.

 

“Prolegnas 2020-2024 hanya menunjukan ‘tancap gas’ dari segi jumlah tanpa memperhatikan rambu-rambu dan kinerja buruk legislasi periode sebelumnya,” ujarnya

 

Penyeimbang pemerintah

Lebih lanjut Solikhin berpandangan, DPR memiliki tantangan dalam menyusun undang-undang di tahun ini terutama terkait dengan penyusunan UU ‘omnibus law’. Omnibus law disepakati DPR dan pemerintah menjadi super prioritas. Karenanya, DPR harus mampu menjalankan fungsi penyeimbang bagi pemerintah.

Tags:

Berita Terkait