Menakar Nasib RUU Perampasan Aset Tindak Pidana di Tahun Politik 2024
Utama

Menakar Nasib RUU Perampasan Aset Tindak Pidana di Tahun Politik 2024

Surpres tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang disodorkan pemerintah tak kunjung dibacakan pimpinan DPR dalam setiap rapat paripurna.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Diskusi bertajuk 'Jalur Lambat RUU Perampasan Aset di Tahun Pemilu', Kamis (2/11/2023). Foto: Tangkapan layar zoom
Diskusi bertajuk 'Jalur Lambat RUU Perampasan Aset di Tahun Pemilu', Kamis (2/11/2023). Foto: Tangkapan layar zoom

Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana di tahun politik disangsikan bakal rampung. Kendatipun sudah terbit Surat Presiden (Surpres) setelah ditetapkan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, namun tak ada pergerakan berarti pembahasannya di parlemen. Padahal RUU yang menjadi inisiasi pemerintah itu banyak didorong kalangan agar dapat segera disahkan menjadi UU. Kalangan masyarakat sipil melihat pembahasan RUU Perampasan Aset seolah lewat jalur lambat.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Rizky Argama, mengatakan periode akhir masa jabatan DPR tak melulu dibarengi dengan kuantitas legislasi yang turun. Misalnya, tahun 2009 jumlah RUU yang selesai dibahas sebanyak 39, turun dari tahun 2008 sebanyak 61 RUU. Kemudian tahun pemilu 2014 produk legislasi yang diterbitkan 31, meningkat dari tahun sebelumnya 22 RUU. Sementara tahun 2019 cenderung stabil.

“Artinya tak melulu setiap tahun pemilu kuantitas RUU yang diselesaikan DPR menurun,” ujar Rizky Argama dalam diskusi bertajuk ‘Jalur Lambat RUU Perampasan Aset di Tahun Pemilu’, Kamis (2/11/2023).

Pria biasa disapa Gama itu menilai, secara substansi yang dibahas di tahun politik bukanlah RUU yang biasa semata. Misalnya di tahun pemilu 2009 salah satunya UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), tahun 2014 UU No.22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang sempat menuai perhatian publik. Terakhir tahun 2019 pemerintah dan DPR mengetok revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana dan UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara yang banyak diprotes kalangan masyarakat sipil.

“Tahun politik digunakan untuk percepatan pembahasan RUU dan disahkan,” ujarnya.

Baca juga:

Tapi, ada fase di mana parlemen menurun kinerjanya dan kurang produktif pada periode tahun politik. Kondisi itu tak hanya terjadi di Indonesia, tapi umum terjadi di negara Paman Sam, Amerika Serikat. Dalam konteks Indonesia, pada tahun politik anggota dewan yang ikut berkontestasi dalam pemilu 2024 lebih banyak berada di daerah pemilihan (Dapil) untuk menjaga potensi perolehan suara. Mengingat Presiden Joko Widodo telah melayangkan Surpres kepada DPR untuk membahas RUU Perampasan Aset, tapi saban dalam rapat paripurna sejak  Mei 2023 tak pernah dibacakan.

Lantaran belum dibacakan dalam paripurna, nasib RUU Perampasan Aset Tindak Pidana jalan di tempat. Tapi begitu, Gama melihat ada peluang RUU Perampasan Aset untuk dibahas di Komisi III DPR. Yakni dengan syarat, satu dari dua RUU yang saat ini dibahas Komisi III DPR diganti dengan RUU Perampasan Aset. Saat ini Komisi III DPR membahas RUU KUHAP dan RUU Narkotika.

Tags:

Berita Terkait