Memprediksi Tren Permohonan PKPU di Tahun 2024
Edisi Khusus: Tren Perkara Kepailitan dan PKPU 2023

Memprediksi Tren Permohonan PKPU di Tahun 2024

PKPU tahun depan lebih disebabkan karena perusahaan belum sampai pada titik mampu membayar tagihan meskipun secara bisnis sudah mengalami perbaikan setelah dilanda covid-19, namun hal itu juga sejalan dengan sumber pendanaan yang diprediksi akan rebound.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Memprediksi Tren Permohonan PKPU di Tahun 2024
Hukumonline

Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2023. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Hukumonline dari SIPP lima Pengadilan Niaga se-Indonesia, permohonan PKPU tercatat sudah mencapai 611 perkara per November 2023. Sementara dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2022, total permohonan PKPU yang masuk berjumlah 510 perkara.

Jika dirinci dari jumlah perkara yang masuk, terdapat 50 permohonan PKPU di PN Medan, 389 permohonan PKPU di PN Pusat, 40 permohonan PKPU di PN Semarang, 116 permohonan PKPU di PN Surabaya, dan 16 permohonan PKPU di PN Makassar. Pada periode yang sama di tahun 2022, sebanyak 48 perkara PKPU tercatat di PN Medan, 345 di PN Pusat, 27 perkara di PN Semarang, lalu 84 perkara di PN Surabaya, dan 6 perkara di PN Makassar.

Berbanding terbalik dengan perkara kepailitan 2023 yang justru mengalami penurunan dari tahun 2022. Untuk perkara pailit periode Januari-November 2023 di lima PN tercatat sebanyak 80, dengan rincian PN Medan 3 perkara, PN Jakarta Pusat 46 perkara, PN Semarang 12 perkara, PN Surabaya 16 perkara, dan PN Makassar 3 perkara. Sementara di tahun 2022 dengan periode yang sama, PN Medan menerima perkara pailit sebanyak 4 perkara, PN Jakarta Pusat sebanyak 49 perkara, diikuti oleh PN Semarang 21 perkara, PN Surabaya 21 perkara dan PN Makassar 4 perkara.

Baca Juga:

Menurut Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Imran Nating, Covid-19 masih menjadi penyebab utama peningkatan perkara PKPU di tahun 2023. Dia menilai sumber keuangan perusahaan dinilai sudah tak kuat untuk menopang biaya operasional perusahaan. Sehingga mau tak mau, perusahaan harus mengambil langkah restrukturisasi demi keberlangsungan perusahaan.

“Pasca covid kemarin, perusahaan coba survive dengan sumber daya keuangan mereka, entah dana cadangan, dana dari pemegang saham, atau investor nambah. Tapi seberapa kuat? Mungkin tahun kemarin kuat, tapi sekarang mulai naik lagi PKPU. Karena tabungan untuk survive sudah tidak cukup lagi. Jadi ini memang ekornya covid,” kata Imran kepada Hukumonline.

Imran juga memprediksi trend kenaikan perkara PKPU juga akan tetap terjadi di tahun depan dengan sebab yang sama. Namun Imran menampik jika kenaikan permohonan PKPU disebut sebagai gambaran ekonomi Indonesia yang menurun. Dia berpendapat PKPU tahun depan memang disebabkan karena perusahaan belum sampai pada titik mampu membayar tagihan meskipun secara bisnis sudah mengalami perbaikan setelah dilanda covid-19, namun hal itu juga sejalan dengan sumber pendanaan yang diprediksi akan rebound.

Tags:

Berita Terkait