Mantan Wakil Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu berpendapat, melalui program JKN, BPJS Kesehatan mengelola berbagai program jaminan kesehatan yang selama ini tersebar di berbagai program. Seperti, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Jaminan Kesehatan yang dikelola Jamsostek. Nah, dana yang dikelola BPJS Kesehatan merupakan milik peserta. Karenanya, pengelolaan dana peserta yang dilakukan BPJS Kesehatan mesti dikembalikan lagi dalam bentuk manfaat kepada peserta.
Mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) itu mengingatkan, proses pemilihan direksi dan dewan pengawas BPJS selama ini dilakukan Presiden. Mekanisme tersebut dipandang sudah melalui cara yang tepat, transparan, dan independen. Serta mengakomodasi berbagai pemangku kepentingan. Dia memastikan, BPJS Kesehatan pun terus melakukan inovasi dalam meningkatkan kualitas layanan terhadap peserta.
Sementara Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berpandangan, posisi BPJS dengan bertanggungjawab langsung kepada Presiden dinilai sudah tepat. Setidaknya, menjadikan BPJS sebagai lembaga yang independen. Karena itu, langkah yang keliru bila menempatkan BPJS berada di bawah kendali kementerian atau lembaga pemerintahan lainnya.
“Kami tidak setuju kalau BPJS Kesehatan menjadi sub ordinat Kementerian Kesehatan. Posisi BPJS Kesehatan bertanggungjawab langsung kepada Presiden ini sudah best practice,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, RUU Kesehatan yang digagas dan dibahas Baleg menuai protes dari kalangan organisasi profesi tenaga kesehatan, praktisi kesehatan, maupun elemen masyarakat lainnya. Salah satunya, soal mengubah UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011. Soalnya, RUU Kesehatan menempatkan BPJS berada di bawah kementerian sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) draf RUU.