Mempertahankan BPJS Sebagai Lembaga Independen
Terbaru

Mempertahankan BPJS Sebagai Lembaga Independen

Menjaga independensi BPJS menjadi amat penting, karena mengelola dana peserta.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Diskusi bertema Menuju Satu Dekade Program JKN,  Senin (30/01/2023). Foto: Istimewa
Diskusi bertema Menuju Satu Dekade Program JKN, Senin (30/01/2023). Foto: Istimewa

Sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan  dengan menggunakan metode ‘sapu jagat’ omnibus law oleh Badan Legislasi (Baleg)  DPR. Sejatinya banyak pasal yang menuai protes. Tapi, soal keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pun tak tak lepas dari bagian yang bakal diatur dalam RUU Kesehatan. Soalnya, BPJS bakal berada di bawan kendali menteri terkait.

Direktur BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti berpandangan,  lembaga negara yang dipimpinnya tetap berada dalam posisi independen. Maklum, posisi independen menjadi amat penting, lantaran dana yang dikelola BPJS merupakan milik peserta.  Dia khawatir, bakal berpotensi menimbulkan konflik kepentingan  sepanjang  BPJS berada di bawah kendali kementerian atau lembaga. Padahal kedudukan BPJS Kesehatan yang langsung bertanggungjawab ke presiden sebagaimana diatur dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS, tepat sudah.

“BPJS mengelola uang peserta, oleh karena itu kami berharap lembaga ini tetap independen,” katanya dalam acara bertajuk ‘Menuju Satu Dekade Program JKN’, Senin (30/01/2023).

Baca juga:

Baginya, program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS, khususnya BPJS Kesehatan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak perlu khawatir lagi untuk mengakses layanan kesehatan. Sebab, penjaminannya telah ditanggung BPJS Kesehatan. Terbentuknya BPJS Kesehatan telah melalui proses yang panjang, sejak tahun 1968 sampai berhasil dibentuk dan beroperasi sebagai BPJS Kesehatan di tahun 2014.

Dia menilai, BPJS Kesehatan sebagai badan publik yang independen berada langsung di bawah presiden secara struktural sudahlah tepat. Begitupula secara operasional, BPJS Kesehatan bekerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah dan swasta. Nah, laporan pelaksanaan program disampaikan langsung BPJS Kesehatan kepada Presiden.

“Sehingga kalau ada pemikiran yang ingin pengelolaan (BPJS Kesehatan, red) diubah secara mendasar tanpa logika, filosifi yuridis dan operasional ini kemunduran,” ujarnya.

Mantan Wakil Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu berpendapat, melalui  program JKN, BPJS Kesehatan mengelola berbagai program jaminan kesehatan yang selama ini tersebar di berbagai program. Seperti, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Jaminan Kesehatan yang dikelola Jamsostek.  Nah, dana yang dikelola BPJS Kesehatan merupakan milik peserta. Karenanya, pengelolaan dana peserta yang dilakukan BPJS Kesehatan mesti dikembalikan lagi dalam bentuk manfaat kepada peserta.

Mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) itu mengingatkan,  proses pemilihan direksi dan dewan pengawas BPJS selama ini dilakukan Presiden.  Mekanisme tersebut dipandang sudah melalui cara yang tepat, transparan, dan independen. Serta mengakomodasi berbagai pemangku kepentingan. Dia memastikan, BPJS Kesehatan pun terus melakukan inovasi dalam  meningkatkan kualitas layanan terhadap peserta.

Sementara Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berpandangan, posisi BPJS dengan  bertanggungjawab langsung kepada Presiden dinilai sudah tepat. Setidaknya, menjadikan  BPJS sebagai lembaga yang independen. Karena itu,  langkah yang keliru bila menempatkan BPJS  berada di bawah kendali kementerian atau lembaga pemerintahan lainnya.

“Kami tidak setuju kalau BPJS Kesehatan menjadi sub ordinat Kementerian Kesehatan. Posisi BPJS Kesehatan bertanggungjawab langsung kepada Presiden ini sudah best practice,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, RUU Kesehatan yang digagas dan dibahas Baleg menuai protes dari kalangan organisasi profesi tenaga kesehatan, praktisi kesehatan, maupun elemen masyarakat lainnya. Salah satunya, soal mengubah UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011. Soalnya, RUU Kesehatan menempatkan BPJS berada di bawah kementerian sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) draf RUU.

Tags:

Berita Terkait