Memperbaiki Hak yang Terserak Melalui Rehabilitasi

Memperbaiki Hak yang Terserak Melalui Rehabilitasi

Efektivitas implementasi rehabilitasi hak, harkat dan martabat perlu diperkuat, diperbaiki, dibuka akses seluas-luasnya dan mudah dijangkau oleh siapa saja yang nama dan haknya pernah ternodai oleh proses hukum yang tidak adil.
Memperbaiki Hak yang Terserak Melalui Rehabilitasi
Ilustrasi: Shutterstock

‘Kaca yang telah retak, tak bisa betul-betul dikembalikan ke bentuk semula’, begitulah kira-kira peribahasa yang cocok untuk menggambarkan konteks rehabilitasi hak, harkat dan martabat seseorang yang sudah pernah dijadikan tersangka bahkan terpidana. Tak akan bisa betul-betul pulih seperti sediakala. Sekalipun diperbaiki tetap akan meninggalkan bekas.

Apalagi seorang tokoh masyarakat, public figure hingga pejabat negara. Begitu tersangkut suatu kasus pidana secara otomatis akan menjadi objek gembar-gembor pemberitaan yang tak berimbang. Jika betul bersalah mungkin ada baiknya hal itu bisa menjadi sarana ‘sanksi sosial’. Namun bagaimana jika kebersalahan itu diliputi ketidakadilan hingga bahkan salah tangkap dan bukan pelaku sebenarnya? Sekalipun nantinya terbukti tidak bersalah, sudah pasti stigma kejahatan seolah sudah melekat di mata publik dan itu sulit untuk betul-betul dihapus.

Parahnya lagi, saat sudah dinyatakan bebas atau lepas dari pidana, tak banyak lagi media yang tertarik untuk meliput. Tinggallah nama mantan tersangka yang dikenal sebagai pelaku kejahatan walau tak terbukti. Apalagi jika mantan tersangka ini berhadapan dengan hukum tanpa pendampingan advokat yang memadai karena tersangkut materi. Opsi untuk memperbaiki nama baik pun terpaksa dilakukan dengan cenderung pasif.

Tak cuma sekadar nama baik, bagaimana dengan priviledge yang telah tercabut akibat adanya tuntutan pidana bisa betul-betul dipulihkan? Bayangkan saja misalnya seorang yang dipecat dari pekerjaannya, begitu divonis bebas/lepas, posisi yang sebelumnya ia tempati sudah diisi orang lain. Atau seorang pejabat yang dinyatakan tidak bersalah pada akhirnya, jabatannya juga sudah diisi orang lain. Jika begitu, pemulihan hak pasca rehabilitasi jelas hanya omong kosong belaka. Bagaimana hal ini diatur dalam regulasi hukum pidana kita baik secara das sein maupun das solen?

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional