Membela Pelanggar HAM, Mohammad Assegaf Ditegur LBH Jakarta
Berita

Membela Pelanggar HAM, Mohammad Assegaf Ditegur LBH Jakarta

Tindakan Mohammad Assegaf membela seseorang yang diindikasikan melanggar HAM, menuai teguran dari LBH Jakarta. Maklum, pengacara senior ini masih duduk sebagai anggota Dewan Pembina YLBHI, induk dari LBH Jakarta.

CRH
Bacaan 2 Menit
Membela Pelanggar HAM, Mohammad Assegaf Ditegur LBH Jakarta
Hukumonline

 

Namun surat teguran itu tak mempan. Assegaf tetap memberi bantuan hukum dan Sutiyoso lepas dari jerat hukum. Meski di tingkat pertama kalah, di tingkat banding Sutiyoso justru menang.

 

Di mata LBH Jakarta, tindakan Assegaf yang tidak mempedulikan surat teguran saat itu masih bisa dimaklumi. Soalnya, kasus itu tidak bersinggungan dengan pelanggaran HAM. Sangat berbeda dengan kasus kematian Munir, Kasus ini menjadi ujian penegakan HAM di Indonesia, imbuh Asfinawati.

 

Asfinawati belum memutuskan langkah apa yang akan diambil lembaganya. Soalnya, sampai saat ini belum ada respon, baik lisan maupun tulisan, dari Assegaf. Kita sih berprasangka baik saja. Kita tunggu seminggu, ujar Asfinawati.

 

Tanggapan Assegaf

Kepada hukumonline, pengacara berdarah Arab ini mengaku dalam waktu dekat akan menanggapi keberatan LBH Jakarta itu. Sebagai pengacara yang profesional, tak ada alasan baginya untuk menolak permintaan orang yang membutuhkan bantuan hukum, sekalipun orang tersebut disangka telah melanggar HAM. Tidak ada conflict of interest itu, cetusnya.

 

Diakui Assegaf, selaku alumni LBH Jakarta dan sekarang menjabat anggota Dewan Pembina, posisinya memang problematis. Dengan memiliki kantor hukum sendiri, hubungannya dengan YLBHI menjadi sangat berbeda dibanding sebelumnya. Namun Assegaf tidak sendirian. Adnan Buyung Nasution, Abdurrahman Saleh (kini jaksa agung—red), dan sejumlah anggota Dewan Pembina YLBHI lainnya juga punya kantor hukum sendiri. Artinya, perbedaan pandangan dengan penggiat LBH Jakarta dianggapnya hal yang wajar.

 

Dewan Pembina YLBHI, kata Assegaf, bukanlah jabatan operasional. Karena itu, dia merasa tak harus menuruti permintaan dalam pernyataan keberatan itu. Yang penting menurutnya adalah selalu berusaha menegakkan hukum. Tidak masalah saya bertemu dengan adik-adik dari LBH dalam suatu persidangan. Mereka punya keyakinan dan kami punya keyakinan. Terakhir ‘kan putusan pengadilan, ujarnya.

 

Assegaf berkaca pada upaya hukum yang dia berikan kepada perwira-perwira tinggi yang terlibat kasus pelanggaran HAM Timor-timur 1999. Bersama dengan Adnan Buyung Nasution, waktu itu dia berhadap-hadapan dengan Munir. Ketika itu kita tidak dapat teguran apa-apa,  ujarnya.

 

Ditambahkannya, ketika berhasil meyakinkan pengadilan dan MA bahwa Pollycarpus tidak melanggar HAM, harusnya LBH punya kebanggaan terhadapnya karena sebagai alumni, dia telah melakukan penegakan hukum.

LBH Jakarta menaruh perhatian yang tinggi terhadap kasus kematian aktivis HAM Munir. Perhatian itu ditunjukkan dengan senantiasa menekan pemerintah agar serius mengungkapnya. Selain itu, LBH Jakarta juga mengulurkan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada Suciwati, istri alm. Munir, untuk menggugat perdata PT Garuda Indonesia dan sejumlah karyawannya termasuk Pollycarpus.

 

Namun LBH Jakarta menilai semua upaya itu justru menuai hambatan dari orang dalam, yaitu Mohammad Assegaf, pengacara Pollycarpus dan Garuda. Sampai hari ini, secara resmi Assegaf masih menjabat anggota Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum  Indonesia (YLBHI).

 

Berbekal pengalaman sebagai advokat senior, Assegaf mewakili Policarpus. Pada 3 Oktober 2006 lalu MA membebaskan pilot Garuda itu dari dakwaan melakukan pembunuhan berencana dan hanya dihukum menggunakan surat palsu. Ia diganjar hukuman dua tahun penjara dikurangi masa tahanan, sehingga bisa bebas pada Maret 2007 nanti.

 

Ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (29/11), Direktur LBH Jakarta Asfinawati mengungkapkan, pada 24 November lalu LBH Jakarta telah melayangkan pernyataan keberatan kepada Mohammad Assegaf disertai tembusan kepada Suciwati, Ketua Badan Pengurus dan para anggota Dewan Pembina YLBHI, serta tim hukum Komite Solidaritas untuk Munir.

 

Sebagai anggota dewan pembina YLBHI, Assegaf dianggap kurang patut membela tersangka pelanggar HAM. Posisi Assegaf sebagai ‘orang dalam' yang tahu seluk-beluk LBH dikhawatirkan merebakkan benturan kepentingan (conflict of interest).

 

Teguran serupa sejatinya sudah pernah dialamatkan kepada Assegaf pada 2002 lalu. Ketika itu, LBH Jakarta mengadvokasi warga Jakarta yang tertimpa banjir pada Januari‑Februari 2002. Melalui gugatan class action, mereka menuntut ganti rugi kepada Presiden dan Gubernur DKI Jakarta. Dalam kasus itu, Assegaf justru menjadi kuasa hukum Gubernur DKI Jakarta. Kontan saja, tindakan Assegaf mengganggu para penggiat LBH Jakarta.

Halaman Selanjutnya:
Tags: