Membedah Perbedaan Laboratorium dan Klinik Hukum
Berita

Membedah Perbedaan Laboratorium dan Klinik Hukum

Dosen-dosen pelaksana yang menyelenggarakan laboratorium hukum seakan memperoleh pekerjaan baru untuk memformulasikan hubungan antara laboratorium hukum dengan klinik hukum, yang mau tidak mau ikut berkembang dalam khasanah pendidikan hukum.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Sedangkan klinik hukum, Febby menjelaskan sebagai sesama tindak lanjut dari proses belajar di kelas, klinik memiliki kekhasan tersendiri. Proses berpraktik di klinik tidak lagi dalam bentuk simulasi, melainkan mahasiswa fakultas hukum dihadapkan dengan klien secara langsung. Kepada mereka diajari bagaimana cara berhadapan dengan klien, menerima konsultasi dari klien, treatment seorang profesional hukum terhadap persoalan hukum klien.

 

“Belajar berhadapan dengan klien, tapi di bawah supervisi profesor,” terang Febby.

 

Menurutnya, hal-hal itu merupakan bagian penting dari menjadikan klinik hukum sebagai instrumen pengabdian terhadap masyarakat. Selain itu, klinik hukum dapat menjadi wadah mahasiswa untuk melakukan penelitian-penelitian yang memiliki hubungan dengan aktivitas-aktivitas nonlitigasi yang ditangani oleh klinik.

 

(Baca Juga: FHUI Resmikan Ruang Laboratorium dan Klinik Hukum)

 

Febby mencontohkan, di FHUI terdapat lembaga Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI). Menurut Febby, MaPPI merupakan salah satu contoh klinik yang terdapat di FHUI yang dalam aktivitasnya melakukan penelitian-penelitian untuk ‘mempengaruhi’ kebijakan, meyakinkan pemerintah, memvokasi pemerintah untuk mengubah sebuah peraturan.

 

“Itu kan klinik, tapi itu kaitannya dengan kebijakan. Jadi sudah riil. Kalau lab masih simulasi, masih semu,” ujarnya menekankan.

 

Selanjutnya, terkait integrasi laboratorium hukum dengan kurikulum pendidikan hukum. Febby menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya telah diakui oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sejak tahun 1993. Hal ini menjadi alasan kenapa saat ini di setiap universitas yang memiliki fakultas hukum pasti memiliki laboratorium.

 

Hal ini sebagaimana disampaikan Staf Ahli Kemenristekdikti, Deswita, pada kesempatan yang sama. Menurut Deswita, perubahan kurukilum penting dalam membentuk lulusan fakultas hukum yang siap pakai dan sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pasar. Oleh karena itu, untuk menyiapkan lulusan fakultas hukum yang memiliki keseimbangan dalam teori dan praktik dibutuhkan fasilitas berupa laboratorium.

 

(Baca Juga: Ini Pentingnya Klinik Hukum Bagi Masyarakat dan Mahasiswa)

 

Deswita mengatakan bahwa fakultas hukum harus memiliki laboratorium hukum yang dapat dijadikan media bagi mahasiswa fakultas hukum dalam mengembangkan kemampuan berpraktiknya. “Untuk itu, dalam upaya mengintegrasikan antara laboratorium dengan kurikulum pendidikan hukum diperlukan sebuah usaha bersama,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait