Memastikan Penguatan Substansi RUU TPKS
Terbaru

Memastikan Penguatan Substansi RUU TPKS

Agar mampu mengantisipasi berbagai jenis kekerasan seksual yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Karenanya dibutuhkan pembentukan hukum yang mampu mengejar ketertinggalan serta mendorong agenda anti kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam waktu dekat, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bakal dimulai antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah. Sejumlah materi tertuang dalam draf RUU. Namun perlu memastikan cara pandang pembentuk UU harus berperspektif pada korban. Karenanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengimbangi dengan menyusun pandangan dengan melibatkan sejumlah stakeholders.

Wakil Ketua Komite III DPD Sylviana Murni menegaskan lembaga tempatnya bernaung berkewajiban memastikan pengundangan RUU TPKS mampu mengatasi berbagai persoalan penanganan TPKS. Setiap orang tanpa terkecuali berhak mendapat perlindungan pribadi, kehormatan dan martabatnya. Hak-hak tersebut sebagaimana diakui negara sebagai hak konstitusional termaktub dalam UUD 1945.

RUU TPKS sejatinya harus mampu mengantisipasi berbagai jenis kekerasan seksual yang tersebar di berbagai peraturan perundangan. Selain materi muatan, pembahasan RUU TPKS perlu percepatan serta memastikan jaminan perlindungan korban dan keluarga. Termasuk optimalisasi berbagai peraturan pemerintah daerah dalam pencegahan penanganan TPKS perlu diadopsi dalam pembentukan UU TPKS.

“Komite III DPD RI berkewajiban memastikan pengundangan RUU TPKS mampu mengatasi berbagai permasalahan terkait penanganan kekerasan seksual yang selama ini sangat lemah dan belum berperspektif pada perlindungan korban,” ujarnya dalam rapat dengan para stakeholders yang digelar secara hybrid di Komplek Gedung DPD, Senin (21/3/2022).

Baca:

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti berpandangan dalam praktik perlindungan dari berbagai TPKS, tak sekedar hanya memiliki RUU, tapi soal cara menciptakan pembentukan RUU yang berpihak pada korban dan keluarga korban. Karena itulah dibutuhkan pembentukan hukum yang mampu mengejar ketertinggalan serta mendorong agenda anti kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baginya, dibutuhkan sebuah UU yang fokus pada penghapusan kekerasan seksual yang mencakup berbagai aspek. Mulai pencegahan, penindakan, dan penanganan kekerasan seksual. Menurutnya, penolakan terhadap penciptaan negara yang bebas kekerasan seksual menunjukkan pandangan yang tidak progresif, bahkan mundur ke belakang.

Tags:

Berita Terkait