Memahami State Capture dalam Kasus Korupsi Sektor Minerba
Utama

Memahami State Capture dalam Kasus Korupsi Sektor Minerba

Pencegahan harus mulai difokuskan pada pembenahan penyusunan regulasi dan kebijakan perizinan di sektor pertambangan minerba. Pemerintah harus memastikan proses penyusunan kebijakan dan regulasi dilakukan secara transparan dan partisipatif.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

“Meskipun, sudah ada sistem yang terdigitalisasi, namun dengan banyaknya RKAB yang harus direview dengan petugas review membuka sejumlah celah, seperti antrian berlarut RKAB dan lainnya. Belum lagi jika dikaitkan dengan pembinaan dan pengawasan yang masih lemah,” ujarnya.

Seperti diketahui, penyidik Kejagung resmi menahan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin dan sejumlah pejabat lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Padahal sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menetapkan setidaknya 10 tersangka kasus manipulasi tunjangan kinerja birokrasi di Ditjen Minerba pada pertengahan Juni lalu. Kasus korupsi yang terus menerus terjadi dan berulang ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan minerba masih masih menjadi sektor yang rawan terjadinya korupsi.

Koalisi PWYP Indonesia mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang kerugian negaranya ditaksir mencapai Rp 5,7 triliun tersebut. Kejagung harus mengusut jika ada keterlibatan oknum-oknum pejabat lainnya seperti swasta dan aparat negara. Khususnya pihak yang ditengarai mendapatkan keuntungan dari aliran uang hasil tindak pidana korupsi

“Termasuk jika harus menerapkan tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana korporasi bagi perusahaan-perusahan yang terlibat di pusaran kasus ini. PWYP Indonesia juga mendesak Kejagung untuk transparan kepada publik dalam setiap tahapan penanganan tindak pidana korupsi ini,” pungkasnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagng Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kemudian berlanjut dengan penetapan tersangka dua orang dalam kasus yang merugikan keuangan negara senilai Rp5,7 triliun, eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM RJ dan HJ selaku sub koordinator rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) Kementerian ESDM.  Kedua tersangka ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung dari tanggal 9 sampai dengan 28 Agustus. Setelah perkara dinyatakan lengkap, kedua tersangka akan ditahan di Kejati Sulawesi Utara (Sultra).

“Terkait perkara di Kejaksaan Tinggi Sultra yang sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10 orang, yang hari ini kami tetapkan dua tersangka. Jadi kedua tersangka dari Kementerian ESDM,” tukas Ketut Sumedana sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Tags:

Berita Terkait