Memahami State Capture dalam Kasus Korupsi Sektor Minerba
Utama

Memahami State Capture dalam Kasus Korupsi Sektor Minerba

Pencegahan harus mulai difokuskan pada pembenahan penyusunan regulasi dan kebijakan perizinan di sektor pertambangan minerba. Pemerintah harus memastikan proses penyusunan kebijakan dan regulasi dilakukan secara transparan dan partisipatif.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Permasalahan korupsi pada sektor mineral dan batubara perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Pasalnya, rentetan kasus sektor minerba yang berulang menunjukkan bahwa sektor padat modal ini rawan korupsi. Apalagi rentetan korupsi sektor minerba ini merupakan kasus berkategori ‘state capture’.

Demikian disampaikan Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho, Jumat (11/8/2023). “Di mana korupsi tak semata administratif yang melibatkan suap atau uang pelicin, melainkan korupsi melalui akarnya, yakni korupsi melalui peraturan,” ujarnya melalui keterangannya, Jumat (11/8/2023).

Menurutnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut korupsi sektor minerba bermula dari rapat terbatas untuk membahas dan memutuskan untuk melakukan penyederhanaan aspek penilaian Rencana Kerja Anggaan dan Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan, sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018. Karenanya, jenis korupsi yang dapat membuat dan mengubah kebijakan untuk memuluskan kepentingan kelompok tertentu itulah yang harus menjadi perhatian pemerinta.

Baginya, pencegahan harus mulai difokuskan pada pembenahan penyusunan regulasi dan kebijakan perizinan di sektor pertambangan minerba. Pemerintah harus memastikan proses penyusunan kebijakan dan regulasi dilakukan secara transparan dan partisipatif. Dengan begitu tak lagi diputuskan dalam rapat-rapat terbatas yang hanya melibatkan pejabat dan pengusaha tertentu saja.

“Namun harus dibuka kepada publik, termasuk pelibatan kelompok masyarakat sipil dan masyarakat terdampak,” imbuhnya.

Baca juga:

PWYP Indonesia mengingatkan, salah satu problem pemicu adanya ‘state capture’ adalah minimnya perhatian pada maraknya potensi konflik kepentingan di sektor pertambangan minerba. Seperti adanya dari rangkap jabatan pejabat kementerian menjadi komisaris BUMN atau perusahaan pertambangan.

Dia menilai kasus ini juga membuka tabir ‘gunung es’ problematika terkait rawannya tindak pidana korupsi dalam pengurusan RKAB pertambangan minerba. Mengacu data Kementerian ESDM per Agustus 2023 yang mencatat 31 pemegang Kontrak Karya (KK), 59 Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B), 9 Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), 852 IUP Produksi Mineral, 908 IUP Produksi Batubara misalnya, mengharuskan petugas Ditjen Minerba untuk melakukan review terhadap RKAB jumlah tersebut.

“Meskipun, sudah ada sistem yang terdigitalisasi, namun dengan banyaknya RKAB yang harus direview dengan petugas review membuka sejumlah celah, seperti antrian berlarut RKAB dan lainnya. Belum lagi jika dikaitkan dengan pembinaan dan pengawasan yang masih lemah,” ujarnya.

Seperti diketahui, penyidik Kejagung resmi menahan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin dan sejumlah pejabat lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Padahal sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menetapkan setidaknya 10 tersangka kasus manipulasi tunjangan kinerja birokrasi di Ditjen Minerba pada pertengahan Juni lalu. Kasus korupsi yang terus menerus terjadi dan berulang ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan minerba masih masih menjadi sektor yang rawan terjadinya korupsi.

Koalisi PWYP Indonesia mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang kerugian negaranya ditaksir mencapai Rp 5,7 triliun tersebut. Kejagung harus mengusut jika ada keterlibatan oknum-oknum pejabat lainnya seperti swasta dan aparat negara. Khususnya pihak yang ditengarai mendapatkan keuntungan dari aliran uang hasil tindak pidana korupsi

“Termasuk jika harus menerapkan tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana korporasi bagi perusahaan-perusahan yang terlibat di pusaran kasus ini. PWYP Indonesia juga mendesak Kejagung untuk transparan kepada publik dalam setiap tahapan penanganan tindak pidana korupsi ini,” pungkasnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagng Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kemudian berlanjut dengan penetapan tersangka dua orang dalam kasus yang merugikan keuangan negara senilai Rp5,7 triliun, eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM RJ dan HJ selaku sub koordinator rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) Kementerian ESDM.  Kedua tersangka ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung dari tanggal 9 sampai dengan 28 Agustus. Setelah perkara dinyatakan lengkap, kedua tersangka akan ditahan di Kejati Sulawesi Utara (Sultra).

“Terkait perkara di Kejaksaan Tinggi Sultra yang sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10 orang, yang hari ini kami tetapkan dua tersangka. Jadi kedua tersangka dari Kementerian ESDM,” tukas Ketut Sumedana sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Tags:

Berita Terkait