Melawan Kenakalan di Balik Pendaftaran Merek
Fokus

Melawan Kenakalan di Balik Pendaftaran Merek

Asas perlindungan hukum terhadap pendaftar merek pertama, tak selamanya berimplikasi positf. Asas itu kerap menjadi celah bagi pedagang merek, dan diperparah kenakalan petugas pemeriksa merek. Hati-hati meghadapi bad applicant.

Mon/M-8
Bacaan 2 Menit

 

Pengacara spesialis HKI, Ali Imron, menyatakan banyak orang Indonesia mendaftarkan merek meski tidak berbisnis. Yang penting mereknya dulu, usahanya belakangan, ujarnya saat dihubungi melalui telepon awal Juni lalu. Bahkan, kata Ali, ada orang yang berprofesi sebagai pedagang merek. Ia menerangkan bad applicant mendaftarkan merek karena terinspirasi dari merek di luar negeri.

 

Dari hasil plesiran di luar negeri itu bad applicant mengetahui merek-merek asing. Kalau setelah dicek di Indonesia merek itu belum terdaftar, maka merek asing itu pun didaftarkan atas nama bad applicant. Suatu saat kalau pemilik merek itu datang ke Indonesia, ia tak bisa memakai mereknya sendiri, tinggal negosiasi berapa mau beli merek bad applicant itu, terang Ali.

 

Akhirnya, kata Suyud, terjadi dagang merek yang sudah terdaftar sehingga ada pengalihan hak untuk selanjutnya didaftarkan. Saya mengalami juga, baik membeli atau menjual, katanya. Padahal, kata Suyud, harga beli merek itu jauh lebih mahal dibanding biaya pendaftaran. Sangat jauh, bahkan melebihi biaya perkara dan lawyer fee, kata Suyud.

 

Dirjen HKI, Andi Noorsaman Someng menyatakan sepanjang memenuhi prosedur pendaftaran merek, permohonan dapat dikabulkan. Yakni, pemeriksaan formalitas substantif dan telah diumumkan. Sebenarnya dari situ saja, kalau kita aware well known mark, sudah ketahuan, ujarnya saat ditemui di Depkumham awal Juni lalu.

 

Sekedar informasi, pemeriksaan formal adalah pemeriksaan atas kelengkapan persyaratan administratif yang ditetapkan. Sementara, Pemeriksaan substantif adalah pemeriksaan terhadap merek yang diajukan apakah dapat didaftarkan atau tidak, berdasarkan persamaan pada keseluruhan, persamaan pada pokoknya, atas merek sejenis milik orang lain, sudah diajukan mereknya lebih dahulu oleh orang lain.

 

Menurut Andi Noorsaman, saat ini Ditjen HKI telah memiliki data elektronik sebagai alat pemeriksaan substantif. Lolos dari pemeriksaan formalitas dan substantif, maka pendaftaran merek diumumkan selama tiga bulan, baik melalui website atau di lembaran negara. Kalau lolos semua, granted, ujar Andi.

 

Untuk melawan bad applicant, Andi Noorsaman mengusulkan agar pengusaha Indonesia memiliki divisi legal yang khusus mengurusi HKI. Di Indonesia, divisi legal yang mengurusi HKI masih dianggap para pengusaha sebagai anggap pilihan, bukan kebutuhan. Tugas divisi ini tidak lain adalah memonitor apakah ada orang yang beriktikad tidak baik untuk mendompleng ketenaran mereknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: