Masyarakat Sipil Desak Aparat Hentikan Brutalitas dan Bebaskan Massa Aksi yang Ditangkap
Terbaru

Masyarakat Sipil Desak Aparat Hentikan Brutalitas dan Bebaskan Massa Aksi yang Ditangkap

Puluhan lembaga masyarakat sipil mendesak Kapolri memerintahkan jajarannya untuk membebaskan massa aksi saat ini juga. Kapolri juga didesak memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas kekerasan aparat terhadap massa aksi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Demonstrasi tolak RUU Pilkada di area depan Gedung Komplek Parlemen, Kamis (22/8/2024). Foto: HFW
Demonstrasi tolak RUU Pilkada di area depan Gedung Komplek Parlemen, Kamis (22/8/2024). Foto: HFW

Sejumlah masyarakat sipil menggelar aksi ‘Peringatan Darurat’ Kawal Putusan MK dan Menolak Revisi UU Pilkada yang berpotensi mengangkangi konstitusi dan menjadi karpet merah bagi pencalonan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo. Aksi ini dilakukan pada Kamis (23/8/2024) lalu di sejumlah wilayah di Indonesia. Antara lain Semarang, Yogyakarta, Bandung, Lampung, Sulawesi, Kalimantan, dan wilayah lain termasuk Jakarta.

Aksi penyampaian pendapat di seluruh wilayah tersebut tak luput dari brutalitas aparat Kepolisian dan TNI. Sejumlah massa aksi yang berpartisipasi mengekspresikan pandangan politik dalam aksi tersebut mengalami tindakan represif dan kekerasan dari aparat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia.

Mahasiswa, pelajar, anak, lansia, asisten pengacara lembaga bantuan hukum, hingga jurnalis tercatat menjadi korban brutalitas aparat akibat penangkapan sewenang-wenang, pemukulan, dan penembakan gas air mata yang brutal. Berdasarkan data dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), tercatat tujuh massa aksi mengalami kekerasan di Jakarta. Beberapa di antaranya dilarikan ke rumah sakit dan mendapat pertolongan pertama oleh paramedis.

Baca juga:

Hal serupa turut dialami jurnalis, dimana berdasarkan data yang dihimpun oleh Komite Keselamatan Jurnalis, tercatat setidaknya 10 jurnalis mengalami luka-luka. Tak henti sampai di situ, TAUD mencatat setidaknya ada 105 massa aksi ditangkap dan digelandang ke Polres Jakarta Barat sekitar Pukul 17.00 WIB, dan 159 massa aksi ditangkap ke Polda Metro Jaya. Bukan hanya saat berlangsungnya aksi, penangkapan bahkan dilakukan saat massa aksi tengah berjalan menuju lokasi aksi.

“Pemeriksaan terhadap massa aksi yang dilakukan oleh kepolisian tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP. Sampai dini hari tadi, para pendamping hukum dihalang-halangi untuk menemui para massa aksi yang ditangkap. Massa aksi yang ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya mengalami luka dan tidak mendapatkan pengobatan yang memadai,” kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bugivia Maharani, dalam pernyataan tertulis, Jumat (23/8).

Selain  itu, Bugivia berpandangan proses hukum terhadap anak dilakukan tidak sesuai UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu tanpa pendampingan Badan Pemasyarakatan (BAPAS) dan orang tua. Aksi demonstrasi merupakan hak konstitusional warga negara untuk dapat menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana dilindungi dalam UUD 1945 hingga Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Tags:

Berita Terkait