Masukan Terhadap Arah Kebijakan Pemerintah di Sektor Energi dan Pertambangan
Berita

Masukan Terhadap Arah Kebijakan Pemerintah di Sektor Energi dan Pertambangan

Nilai lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) semestinya lebih diarahkan untuk memperbesar potensi kegiatan eksplorasi.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Urgensi Pembentukan RUU Energi Baru Terbarukan Dipertanyakan)

 

Pengejawantahan paradigma ini, menurut Singgih, seharusnya menjadi landasan dan arah pelaksanaan kebijakan energi di sektor migas, minerba, kelistrikan dan energi terbarukan di era pemerintahan Jokowi lima tahun mendatang. Dalam konteks tantangan risiko resesi ekonomi global dan kebutuhan energi domestik yang terus meningkat, implementasi paradigma menjadi langkah strategis yang harus segera direalisasikan.

 

Singgih menyebutkan bahwa era kejayaan minyak Indonesia telah habis, tapi konsumsi minyak untuk kebutuhan transportasi, industri dan kelistrikan diproyeksikan akan terus tumbuh. Dari proyeksi Dewan Energi Nasional (DEN), kebutuhan BBM akan mencapai 1.76 juta barrel per hari (bph) pada 2025.

 

Sementara itu kemampuan produksi minyak mentah domestik, dengan best effort and penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) ditargetkan di dalam RUEN hanya mencapai 568 - 676 ribu bph pada 2025-2030 (skenario optimistik SKK Migas Juli 2019: 700 - 800 ribu bph pada 2025-2030) dan kemampuan produksi BBM domestik 1,2 juta bph dengan program RDMP Pertamina pada 2025.

 

Kesenjangan antara kebutuhan pemakaian dengan produksi minyak mentah dan BBM domestik akan terus membesar dan dengan demikian impor minyak mentah dan BBM akan semakin meningkat (25-50% dari kondisi sekarang), yang perlu diantisipasi dalam konteks potensi defisit neraca perdagangan yang semakin besar.

 

Kebijakan Energi Nasional (KEN) hari ini masih memberikan porsi yang sangat besar pada minyak dan gas. Padahal sumber daya minyak semakin sedikit dan menjaga tingkat produksi saat ini saat sukar di tahun-tahun mendatang.

 

Penurunan minat investasi di sektor migas akibat ketidapastian kebijakan dan regulasi, menjadi salah satu kendalanya. “Oleh karena itu Pemerintah Jokowi-Ma’ruf, perlu segera merevisi komposisi Bauran Energi, dengan memperbesar porsi energi terbarukan dalam bauran energi pada 2020-2030,” terang mantang Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Abadi Purnomo.

 

Selanjutnya terus melakukan akselerasi pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan untuk penyediaan listrik dan substitusi BBM untuk transportasi darat. Harus disadari bahwa dalam lima tahun mendatang adalah waktu yang sangat krusial untuk membangun fondasi transformasi energi Indonesia dalam jangka panjang.

 

Tags:

Berita Terkait