Masalah Hak Retensi dan Hak Substitusi dalam Surat Kuasa

Masalah Hak Retensi dan Hak Substitusi dalam Surat Kuasa

Sesuai Pasal 1812 KUH Perdata, seorang advokat berhak menahan benda milik kliennya sebagai jaminan apabila kliennya melakukan wanprestasi seperti tidak membayar honorarium.
Masalah Hak Retensi dan Hak Substitusi dalam Surat Kuasa
Hukumonline

Hubungan antara seorang advokat dengan kliennya berbasis pada kepercayaan. Hubungan hukum mereka terbentuk melalui pemberian kuasa dari seorang klien kepada pengacaranya, dari seorang pekerja kepada pengurus serikat pekerja dalam masalah ketenagakerjaan, dari seorang pimpinan di perusahaan kepada bawahan, atau atasan kepada bawahan di instansi pemerintahan. Orang yang ditunjuk sebagai kuasa tersebut berhak mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam setiap tahap proses hukum, terutama di pengadilan. 

Dalam hukum Indonesia, orang yang berhak mendapatkan surat kuasa tidak selalu advokat. Jaksa pengacara negara lazim mewakili kepentingan pemerintah atau negara, sebagaimana diatur dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Para petugas Biro Hukum di instansi pemerintahan juga sering mewakili instansinya di pengadilan. Pengurus Serikat Pekerja juga dapat mewakili kepentingan anggota serikat pekerja tersebut dalam sengketa hubungan industrial, sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial juncto UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Tetapi dalam pemberian kuasa itu, hubungan antara advokat dan klienlah yang relatif berpotensi besar menimbulkan masalah. Klien bisa sewaktu-waktu mencabut surat kuasa, lalu hubungan keduanya terputus. Seorang pegawai biro hukum yang mendapat kuasa dari atasannya tak mungkin berada dalam posisi yang sama dengan klien biasa karena ia tetap berada di kantor yang sama dengan atasannya. Dalam praktik, hubungan pemberian kuasa seorang klien kepada advokat bisa putus di tengah jalan, dan berakhir dengan gugatan oleh advokat kepada kliennya, atau sebaliknya. 

Lazimnya, gugatan advokat terhadap eks kliennya berkisar pada pembayaran honorarium atau fee advokat. Pasal 21 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur setidaknya dua hal, yakni (a) hak advokat menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan, dan (b) besarnya honorarium ditentukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Ini berarti bahwa advokat dan klien membuat perjanjian mengenai honorarium, termasuk mekanisme pembayarannya. Jika klien tidak membayar honorarium tersebut, advokat selaku penerima kuasa dapat mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi. 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional