Maria Hartiningsih: ‘Pemerintah Tidak Serius Menangani Masalah HAM Perempuan'
Utama

Maria Hartiningsih: ‘Pemerintah Tidak Serius Menangani Masalah HAM Perempuan'

Ketika diberitahu pertama kali memenangkan penghargaan Yap Thiam Hien Award, untuk beberapa saat Maria Margaretha Hartiningsih tidak bisa bicara. Ia belum yakin mendapatkan penghargaan yang begitu prestisius.

CR1
Bacaan 2 Menit

Menurut Anda, kenapa edukasi HAM perempuan kurang mendapat perhatian?

Saya kira kalau disebut tidak mendapat perhatian sama sekali, nggak juga. Cuma, belum cukup.

Menurut Anda produk perundang-undangan mana saja yang perlu dikritisi dalam kaitan dengan HAM perempuan?

Banyak. Saya garis bawahi saat ini adalah RUU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang telah selesai di DPR. Tetapi sampai sekarang saja pemerintah tidak merespon. Lalu  kalau kita tinjau ada sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang mengerikan yang menjadikan perempuan sebagai penyebab dari persoalan moralitas. Dan baru-baru ini adalah Amandemen KUHP yang isinya banyak menyudutkan kaum perempuan. Seorang teman yang pernah melakukan penelitian di daerah Jawa Timur mengatakan bahwa banyak pejabat daerah yang jika ditanyakan mengenai kesetaraan gender menjawab setuju. Tetapi jika ditanyakan bagaimana dengan pemberdayaan perempuan, jawabannya malah ingin mengembalikan kedudukan perempuan supaya tidak terlalu berani. Mereka tidak pernah tahu persoalannya.

Apa penyebab mandegnya proses legislasi sejumlah RUU yang menyangkut kepentingan perempuan?

Sebenarnya RUU Anti KDRT sudah selesai, namun tinggal menunggu dari pemerintahnya, apakah mereka benar-benar konsisten akan masalah ini. Sekarang kita tinggal melihat apa mau dari pemerintah. Saya rasa mereka memang menganggap tidak serius. RUU Buruh Migran saja contohnya, ada sembilan organisasi terkait tapi koordinasinya malah tidak karuan. Mereka egois, maunya merasa paling hebat. Jadinya, RUU tersebut malah tidak ditindaklanjuti.

Bukankah pemerintah sudah membuat Kementerian negara Pemberdayaan Perempuan? Apakah Anda melihat fungsinya tidak jalan atau komitmen orang-orangnya yang kurang?

Kalau dikatakan tidak jalan, tidak juga. Buktinya saja, isu-isu gender sudah banyak disuarakan. Itu berarti ada peningkatan dari semula, dari tidak tahu menjadi tahu.

Bagaimana Anda melihat putusan-putusan pengadilan selama ini dalam perkara yang menyangkut perempuan sebagai korban?

Putusan-putusannya belum ada yang maksimal. Malah, perempuan makin disalahkan. Lihat saja masalah perkosaan, sudah diperkosa masih saja dibilang kalau perempuan yang salah karena dianggap menggoda. Saya rasa hukuman maksimal terhadap pelaku kejahatan terhadap perempuan belum cukup. Tapi saya sendiri tidak setuju dengan hukuman mati bagi pelaku dan tidak pernah setuju. Bukan berarti saya memihak kepada pelaku, tetapi pelaku juga tetap manusia yang seharusnya diberikan kesempatan untuk berbuat baik lagi. Unsur-unsur psikologis dari pelaku harus tetap diperhatikan.

Tags: