Mantan Dirjen Depdagri Dituntut Lima Tahun Penjara
Berita

Mantan Dirjen Depdagri Dituntut Lima Tahun Penjara

Menurut pengacara terdakwa, seharusnya pasal yang didakwakan terdakwa adalah Pasal gratifikasi karena faktanya terdakwa menerima uang dari pihak luar dan bukan uang APBN.

ASh
Bacaan 2 Menit

 

Meski demikian, Departemen Keuangan melalui dua suratnya tertanggal 6 April 2004 dan 21 Juli 2004 menyetujui pemberian bea masuk PPN, Ppn BM, dan Pph 22 kepada 5 unit mobil damkar Morita seharga Rp6,06 miliar dan 3 unit Morita seharga Rp4,88 miliar. Selanjutnya, mobil damkar itu dijual kembali ke pemerintah daerah di Indonesia. Sebagai balas jasa, terdakwa menerima uang sebesar Rp200 juta dari Hengky.

 

“Dari fakta itu, perbuatan terdakwa menandatangani radiogram dan surat permohonan bebas bea masuk untuk kepentingan Hengky, unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan menyalahgunakan jabatan terpenuhi,” kata jaksa

 

Atas perbuatan Oentarto, lanjutnya, negara dalam hal ini pemerintah daerah di 19 daerah  mengalami kerugian sebesar Rp65,2 miliar untuk pengadaan mobil damkar jenis Tohatsu V 80 ASM dan sebesar Rp10,9 miliar untuk impor 8 mobil damkar jenis Morita melalui PT SN. “Total kerugian negara berjumlah Rp76,2 miliar yang menguntungkan Hengky selaku pemilik PT SN,” simpulnya.    

 

Terkait uang pengganti dalam hal penerimaan uang sebesar Rp200 juta dari Hengky, menurut jaksa kerugian itu dikurangi uang yang telah dikembalikan terdakwa ke KPK sebesar Rp150 juta.  Karenanya, jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan terdakwa sebesar Rp50 juta.  

 

Bukan gratifikasi

Usai sidang kuasa hukum terdakwa, Alamsyah Hanafiah mempertanyakan kesimpulan jaksa dimana kliennya terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara, bukan didakwa pasal gratifikasi. “Kalau dakwaannya menerima uang dari pihak luar (bukan pegawai negeri) dan bukan uang APBN, berarti dakwaan itu tidak tepat,” kata Alamsyah.

 

Menurutnya, jika menerima keuntungan (uang) dari pihak luar seharusnya pasal yang diterapkan adalah pasal gratifikasi (pemberian) yang tercantum dalam Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999. “Tetapi kenapa klien saya tidak didakwa dengan pasal 3 dan 11 UU No. 31 Tahun 1999,” keluhnya.     

 

Pengacara Oentarto yang lain, Firman Wijaya menilai tuntutan jaksa sangat diskriminatif dan tak adil. Pasalnya, mantan Mendagri Hari Sabarno hingga kini tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Padahal, lanjut Firman, dari fakta dan bukti di persidangan terlihat jelas peran dan keterlibatan Hari dalam perkara pengadaan mobil pemadam kebakaran ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait