Disayangkan, Nasib RUU Peradilan Militer Terkatung-Katung
Berita

Disayangkan, Nasib RUU Peradilan Militer Terkatung-Katung

Tidak termasuk dalam Prolegnas 2010. Anggota DPR: ganjalannya hanya satu dua pasal.

CR-7
Bacaan 2 Menit

 

Proses hukum semua anggota militer di Pengadilan Militer tanpa melihat kejahatannya mengakibatkan proses peradilan cenderung melindungi terdakwa, dan menimbulkan impunitas. “Ini menjadi satu benteng kekuatan bagi militer untuk tetap mempertahankan impunitasnya,” ungkap Poengky.

 

“Prajurit-prujurit tadi, atau pimpinan-pimpinan militer (yang melakukan tindak pidana-red) tetap bisa melaju kariernya, naik pangkat tinggi, menjadi pimpinan dan kemudian mengulang lagi melakukan kejahatan di tempat lain,” imbuh Poengky.

 

Selain, Pengadilan Militer dinilai Poengky sangat tertutup. Sehingga, masyarakat tidak bisa mengakses hasil maupun proses peradilan tersebut. Misalnya saja, untuk kasus penculikan aktivis, yang seharusnya bisa dilakukan di peradilan umum, namun diadili di peradilan militer. “Dan tentunya sampai sekarang kita tidak pernah tahu keputusannya seperti apa,” terangnya.

 

Poengky menyesalkan, revisi UU Peradilan Militer tidak segera dilakukan. Revisi itu sudah dimulai pada periode pemerintahan lalu. Seharusnya, kata dia, RUU Peradilan Militer, sudah bisa digolkan pada periode lalu. Alih-alih disahkan, nasib RUU itu malah terkatung-katung karena tak menjadi prioritas. Praktis, sulit bagi anggota DPR untuk membahasnya pada 2010 ini.

 

Anggota Komisi I DPR, Effendy Choirie, ikut membahas RUU ini sejak awal. Meskipun tak diagendakan pada 2010, Gus Choi –begitu ia biasa disapa—berharap bisa dibahas kembali pada 2011 mendatang. Suatu RUU yang sudah dibahas dan hampir rampung seharusnya dibahas kembali pada periode berikutnya.

 

Menurut politisi PKB ini, revisi UU Peradilan Militer merupakan bagian dari reformasi di lingkungan Tentara Nasional indonesia (TNI) di dalam aspek hukum. Menurutnya, setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana umum, termasuk anggota militer, harus diadili di peradilan umum.

 

Di periode yang lalu, revisi ini sudah hampir selesai. “Tinggal dua pasal atau satu pasal yang terkait dengan prajurit yang melakukan tindak pidana umum,” terang Effendy. “Menurut keinginan tentara tetap diadili di pengadilan militer. Sementara menurut kita, itu diadili di peradilan umum,” lanjutnya.

Tags: