Mahkamah Internasional: Pendudukan Israel Langgar Hak Fundamental Rakyat Palestina
Mengadili Israel

Mahkamah Internasional: Pendudukan Israel Langgar Hak Fundamental Rakyat Palestina

Keberadaan Israel di wilayah Palestina yang diduduki melanggar hukum internasional. Israel berkewajiban mengakhiri kehadirannya yang tidak sah di wilayah Palestina yang diduduki agar rakyat Palestina harus dapat menjalankan haknya untuk menentukan nasib sendiri dan kewajiban Israel menghormati hak rakyat Palestina untuk itu.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

“Mengenai kebijakan permukiman Israel, Mahkamah menegaskan kembali apa yang dinyatakan dalam advisory opinion tentang Konsekuensi Hukum Pembangunan Tembok di Wilayah Palestina yang diduduki tertanggal 9 Juli 2004, bahwa permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dan rezim yang terkait dengannya, telah didirikan dan dipertahankan dengan melanggar hukum internasional.”

Mengenai penerapan undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait Israel, ICJ menyatakan dengan tegas bahwa pembedaan perlakuan ini tidak dapat dibenarkan dengan mengacu pada kriteria yang wajar dan objektif maupun tujuan publik yang sah. Tindakan Israel terhadap bangsa Palestina merupakan suatu bentuk diskriminasi sistemik.

Hal tersebut jelas-jelas melanggar Pasal 2, paragraf 1, dan 26 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Kemudian Pasal 2, paragraf 2, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, serta Pasal 2 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination.

“Mahkamah berpendapat sebagai akibat dari kebijakan dan praktik Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade, rakyat Palestina telah kehilangan haknya untuk menentukan nasib sendiri dalam jangka waktu yang lama, dan perpanjangan lebih lanjut dari kebijakan dan praktik ini akan merusak pelaksanaan hak di masa mendatang. Atas dasar alasan ini, Mahkamah menganggap kebijakan dan praktik Israel yang melanggar hukum tersebut merupakan pelanggaran terhadap kewajiban Israel untuk menghormati hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri,” ungkap ICJ.

Mahkamah juga berpendapat kebijakan dan praktik Israel merupakan pelanggaran hak fundamental rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Dengan demikian, pelanggaran yang dilakukan Israel berdampak langsung pada legalitas keberadaan Israel yang berkelanjutan. Sebaliknya, seluruh wilayah Palestina yang diduduki merupakan wilayah yang dengannya rakyat Palestina harus dapat menjalankan haknya untuk menentukan nasib sendiri dan hal tersebut harus dihormati (Israel). 

"Ketidakpatutan hukum ini terkait seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1967. Ini adalah unit teritorial tempat Israel telah memberlakukan kebijakan dan praktik untuk memecah belah dan menggagalkan kemampuan rakyat Palestina untuk menjalankan haknya untuk menentukan nasib sendiri, dan di sebagian besar wilayah tersebut telah memperluas kedaulatan Israel yang melanggar hukum internasional."

Dengan pendirian teguh, ICJ menegaskan mereka menemukan bahwa kebijakan dan praktik Israel itu senyatanya melanggar hukum internasional. Untuk itu, melakukan pemeliharaan kebijakan dan praktik tersebut sama dengan tindakan melawan hukum yang bersifat berkelanjutan yang menimbulkan tanggung jawab internasional bagi Israel. Di antara para hakim, Hakim Tetap ICJ Julia Sebutinde dari Uganda mengajukankan pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap advisory opinion ini.

Sebagai informasi, Mahkamah menjawab kedua pertanyaan yang sebelumnya diajukan Majelis Umum PBB dan termaktub dalam resolusi No. A/RES/77/247. Kedua pertanyaan mendasar dari Majelis Umum PBB terhadap ICJ telah diajukan sejak akhir Desember 2022 melalui resolusi A/RES/77/247. 

Pertama, terkait konsekuensi hukum yang timbul atas pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap hak-hak warga Palestina dalam menentukan nasib sendiri dan terbebas dari pendudukan yang berkepanjangan. 

Masih dalam poin pertanyaan yang sama, termasuk tindakan yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografi, karakter dan status Kota Suci Yerusalem. Kedua, atas kebijakan dan praktik Israel mempengaruhi status hukum pendudukan dan bagaimana konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB.

Tags:

Berita Terkait