Dalam menentukan kategori kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam mengadili perkara tindak pidana Pasal 2 UU Tipikor, kategorinya sebagai berikut:
Dalam menentukan kategori kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, dalam mengadili perkara tindak pidana Pasal 3 UU Tipikor, kategorinya sebagai berikut:
Dalam menentukan tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan dibagi menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang dan rendah. Tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan ini ditentukan berdasarkan aspek-aspek sebagai berikut:
Hakim memilih rentang penjatuhan pidana menyesuaikan kategori kerugiaan keuangan atau perekonomian negara dan tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan. Adapun matriks rentang penjatuhan pidana sebagai berikut:
Dalam Perma ini juga diatur hakim tidak dapat menjatuhkan pidana denda dalam hal kerugian negara atau perekonomian negara di bawah Rp50 juta, hal ini diatur dalam Pasal 16. Bila koruptor mengembalikan kerugian keuangan negara yang diperhitungkan sebagai keadaan meringankan merupakan pengembalian yang dilakukan terdakwa secara sukarela sebelum pengucapan putusan.
“Hakim dapat menjatuhkan pidana mati sepanjang perkara tersebut memiliki tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan tinggi. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana mati, setelah mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan serta sifat baik dan jahat terdakwa, ternyata hakim tidak menemukan hal yang meringankan,” kutip Pasal 17 Perma ini.
Dalam ketentuan lain yang berkaitan dengan penjatuhan pidana, dalam hal terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama mengungkapkan tindak pidana dengan penegak hukum, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara yang paling ringan diantara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara tersebut.(Baca: Pelaku Korupsi Divonis Ringan, KPK: Itu Urusan Hakim)
Dalam hal terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor dan tindak pidana lainnya secara kumulatif yang diadili dalam satu berkas perkara, pidana yang dijatuhkan tidak boleh kurang dari berat-ringan atau besaran pidana yang dijatuhkan. “Pedoman pemidanaan tidak mengecualikan ketentuan mengenai gabungan tindak pidana yang diatur peraturan perundang-undangan. Pedoman pemidanaan tidak mengurangi kewenangan hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."