MA Terbitkan Peraturan Pedoman Hakim Menghukum Koruptor, Ini Isinya
Utama

MA Terbitkan Peraturan Pedoman Hakim Menghukum Koruptor, Ini Isinya

Dalam menetapkan berat ringannya pidana, hakim harus mempertimbangkan kategori keuangan negara, tingkat kesalahan terdakwa, dampak dan keuntungan, rentang penjatuhan pidana, keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Mahkamah Agung resmi mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Perma ini dibuat untuk menghindari disparitas hukuman yang mencolok bagi satu koruptor dengan koruptor lainnya. Perma ini ditandatangani oleh Ketua MA Syarifuddin dan diundangkan pada 24 Juli 2020.

Perma ini digodok hampir 2 tahun lamanya oleh kelompok kerja (Pokja) sesuai Keputusan Ketua MA No. 189/KMA/SK/IX.2018. Pokja ini bekerja sama dengan Tim Peneliti MaPPI FHUI. Pokja dan Tim MaPPI telah pula melakukan pembahasan dan diskusi dengan instansi penegak hukum lainnya antara lain Kejaksaan, KPK, dan kalangan akademisi.

Pedoman pemindanaan ini mengatur antara lain mengenai penentuan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, sehingga hakim tipikor dalam menetapkan berat ringannya pidana harus mempertimbangkan kategori keuangan negara, tingkat kesalahan terdakwa, dampak dan keuntungan, rentang penjatuhan pidana, keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa, dll.

“Perma ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam menangani dan menjatuhkan pidana perkara tipikor yang menyangkut kerugian negara sesuai Pasal 2 dan 3 UU Tipikor bagi para hakim tipikor tanpa kehilangan independensinya,” kata Juri Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Hukumonline, Senin (3/8/2020).

Andi memaparkan dengan adanya pedoman pemidanaan ini, hakim tipikor dalam menjatuhkan pidana hendaknya memperhatikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan untuk mewujudkan keadilan. “Dengan terbitnya pedoman pemidanaan ini diharapkan hakim tipikor dapat menghindari disparitas (putusan pemidanaan, red) perkara yang memiliki karakter serupa,” ujarnya.

Diharapkan, hakim tipikor dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyangkut Pasal 2 dan Pasal 3 putusannya akan lebih memenuhi asas akuntabilitas. Artinya, pidana yang dijatuhkan itu dapat dipertanggungjawabkan dari segi keadilan proporsional, keserasian, dan kemanfaatan terutama bila dikaitkan dengan satu perkara dengan perkara lainnya yang serupa.

“Hakim menjatuhkan pidana berdasarkan rentang penjatuhan pidana dengan mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan,” kata dia.(Baca: Ragam Tanggapan atas Finalisasi Pedoman Pemidanaan Perkara Tipikor)

Dalam menentukan kategori kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam mengadili perkara tindak pidana Pasal 2 UU Tipikor, kategorinya sebagai berikut:

Hukumonline.com

Dalam menentukan kategori kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, dalam mengadili perkara tindak pidana Pasal 3 UU Tipikor, kategorinya sebagai berikut:

Hukumonline.com

Dalam menentukan tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan dibagi menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang dan rendah. Tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan ini ditentukan berdasarkan aspek-aspek sebagai berikut:

Hukumonline.com

Hukumonline.com

Hukumonline.com

Hakim memilih rentang penjatuhan pidana menyesuaikan kategori kerugiaan keuangan atau perekonomian negara dan tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan. Adapun matriks rentang penjatuhan pidana sebagai berikut:

Hukumonline.com

Dalam Perma ini juga diatur hakim tidak dapat menjatuhkan pidana denda dalam hal kerugian negara atau perekonomian negara di bawah Rp50 juta, hal ini diatur dalam Pasal 16. Bila koruptor mengembalikan kerugian keuangan negara yang diperhitungkan sebagai keadaan meringankan merupakan pengembalian yang dilakukan terdakwa secara sukarela sebelum pengucapan putusan.

“Hakim dapat menjatuhkan pidana mati sepanjang perkara tersebut memiliki tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan tinggi. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana mati, setelah mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan serta sifat baik dan jahat terdakwa, ternyata hakim tidak menemukan hal yang meringankan,” kutip Pasal 17 Perma ini.

Dalam ketentuan lain yang berkaitan dengan penjatuhan pidana, dalam hal terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama mengungkapkan tindak pidana dengan penegak hukum, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara yang paling ringan diantara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara tersebut.(Baca: Pelaku Korupsi Divonis Ringan, KPK: Itu Urusan Hakim)

Dalam hal terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor dan tindak pidana lainnya secara kumulatif yang diadili dalam satu berkas perkara, pidana yang dijatuhkan tidak boleh kurang dari berat-ringan atau besaran pidana yang dijatuhkan. “Pedoman pemidanaan tidak mengecualikan ketentuan mengenai gabungan tindak pidana yang diatur peraturan perundang-undangan. Pedoman pemidanaan tidak mengurangi kewenangan hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."

Tags:

Berita Terkait