LSM Beri Masukan untuk Revisi UU MD3
Berita

LSM Beri Masukan untuk Revisi UU MD3

Mulai dari akuntabilitas hingga rekrutmen pegawai parlemen.

Sam
Bacaan 2 Menit
LSM beri masukan untuk revisi UU MD3 (MPR, <br> DPR, DPD, dan DPRD). Foto: Sgp
LSM beri masukan untuk revisi UU MD3 (MPR, <br> DPR, DPD, dan DPRD). Foto: Sgp

Baru berumur setahun, UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) akan direvisi. Produk perundangan DPR periode 2004-2009 ini dinilai oleh DPR periode saat ini, masih belum mumpuni menjawab masalah yang terjadi di internal parlemen.

 

Berkaitan dengan kebutuhan revisi tersebut, Badan Legislasi DPR mengundang kalangan LSM dan pakar untuk memberikan masukan terhadap revisi tersebut, Selasa (21/9).

 

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri dalam kesempatan itu menegaskan memang ada beberapa masalah dalam UU itu. Salah satunya adalah ketiadaan mekanisme yang mengharuskan anggota dewan melaporkan hasil kerjanya. "Tidak ada kewajiban dari alat kelengkapan untuk melaporkan akuntabilitasnya," ujar Ronald.

 

Masukan lain datang dari peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang. Ia lebih fokus terhadap pembenahan alat pendukung DPR, termasuk soal staf ahli dan posisi Sekretariat Jendral DPR.

 

Untuk pegawai kesekjenan misalnya, menurut Sebastian, idealnya bukanlah pegawai negeri sipil. Melainkan pegawai parlemen. "Dengan pemisahan tersebut, pegawai parlemen akan lebih loyal terhadap parlemen, ketimbang pemerintah," ujar Sebastian.

 

Selain itu, tambah Sebastian, dengan pemisahan tersebut, maka pegawai parlemen nantinya tidak akan terikat lagi dengan UU Kepegawaian, sebagaimana jika menjadi seorang PNS.

 

Hal lainnya, menurut Sebastian, yang juga harus dibenahi adalah bagaimana proses rekrutmen staf kesekjenan. Sebastian berpendapat, proses rekrutmen staf kesekjenan dan staf ahli DPR, tidak bisa disamakan dengan proses rekrutmen PNS biasa. "Kebutuhannya berbeda."

Halaman Selanjutnya:
Tags: