LSM Beberkan Sejumlah Masalah Dalam RUU P2H
Berita

LSM Beberkan Sejumlah Masalah Dalam RUU P2H

DPR disarankan untuk mendahulukan revisi UU Kehutanan.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Hal lain yang dipersoalkan Rakhma adalah ketentuan lelang barang bukti. Menurutnya, RUU P2H seolah-olah memberi celah terjadinya pencucian barang sita kayu dari hasil tindak pidana. “Bukan tidak mungkin barang bukti berupa kayu dapat diperoleh kembali oleh perusahaan dengan harga murah.”

Terakhir, Rakhma menyoroti ketentuan pidana yang tertuang dalam RUU P2H. Dia menyayangkan tidak adanya ancaman pidana terhadap pelaku usaha perkebunan dan pertambangan yang tidak mengantongi izin yang sah. Seharusnya, kata dia, ancaman pidana juga perlu diterapkan untuk pejabat yang mengetahui adanya aksi pembalakan liar, tetapi membiarkan begitu saja.

Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho mempersoalkan pasal yang mengamanatkan pembentukan sebuah badan khusus yang bertugas melakukan pemberantasan pembalakan liar. Ia khawatir badan itu akan lebih sering menindak masyarakat hukum adat yang hanya mengambil kayu untuk kepentingan sehari-hari, ketimbang korporasi yang melakukan perusakan hutan.

Badan khusus ini, kata Emerson, juga dapat membatasi ruang gerak KPK dalam mengusut kasus korupsi kehutanan. “Ini perlu kita waspadai, jangan-jangan semangatnya bukan memberantas mafia hutan, tapi melindungi mafia hutan. Kita minta RUU ini dihentikan karena prosesnya terkesan tertutup dan tidak substansif,” ujarnya.

Peneliti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dede Shineba melihat ada kesan DPR terlalu memaksakan penyusunan RUU P2H. Menurut Dede, DPR seharusnya mendahulukan pembahasan revisi UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Beberapa materi yang perlu dimasukkan dalam revisi itu antara lain pengukuhan kawasan hutan, ancaman pidana untuk korporasi dan pejabat yang memberikan izin, dan hak  masyarakat hukum adat.

Tags:

Berita Terkait