Lima Tahun UU Perdagangan, Banyak Tantangan yang Muncul
Berita

Lima Tahun UU Perdagangan, Banyak Tantangan yang Muncul

Penegakan hukum jangan sampai hambat iklim usaha.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

"Ada pertimbangan dari rekan omnibus law mana yang lebih tepat dikenakan sanksi administrasi dibandingkan pidana. Saya ambil contoh perpajakan, kalau sudah ditetapkan proses penyidikan, dia masih diberi hak untuk memenuhi hutang pajaknya ditambah sanksi empat kali lipat, kalau dia bayar sanksi pidana hilang setidaknya dia masih bisa berusaha," jelasnya. 

Dengan begitu maka menurutnya para pelaku usaha akan memikirkan kembali jika ingin melanggar hukum. "Yang jelas jangan sampai penegakan hukum tadi menjadi hambatan usaha," tuturnya. 

Ia pun kembali menegaskan hal tersebut jika penegakan hukum jangan sampai menghambat iklim usaha di Indonesia. "Itu jawaban saya, mungkin tidak tepat sekali tapi paling tidak kita memberikan satu bayangan hukum perlu tapi jangan juga hukum itu yang tadi menghambat iklim usaha menjadi lebih sehat," imbuhnya.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjadjaran Huala Adolf berpendapat ada tiga sistem hukum negara yang masing-masing membuat aturan terkait ekonomi: sistem hukum yang mengandalkan nasionalisme; sistem hukum ekonomi terbuka; dan sistem hukum ekonomi tertutup seperti negara-negara berfaham sosialis.

Menurut dua, Indonesia termasuk negara yang menerapkan kebijakan ekonomi sesuai kepentingan nasional. Masalahnya sekarang dalam UU Perdagangan tidak diatur keharusan Indonesia meratifikasi kesepakatan WTO karena sistem ekonomi cenderung ke aturan nasional. Celakanya, banyak lembaga pemerintahan membuat aturan sendiri, yang tidak sinkron dengan aturan lembaga lain. Jalan keluarnya adalah Omnibus Law, yang berfungsi mengatasi tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan. "Omnibus Law itu penting, jelas, asas akuntable. Selama ini aturan belum akuntable banyak dikeluhkan pelaku usaha," pungkasnya. 

Tags:

Berita Terkait