Lima Bentuk Implementasi Putusan MK 2003-2018
Berita

Lima Bentuk Implementasi Putusan MK 2003-2018

Putusan MK dalam Implementasi Legislasi; Kebijakan Pemerintah; Seleksi Jabatan Publik; Proses Peradilan; dan Putusan MK Non-Implementatif.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Sedangkan, putusan MK yang terkait dengan pengisian dan seleksi jabatan di lembaga-lembaga nonpolitik, tidak hanya berhubungan dengan mekanisme atau proses seleksi tetapi juga terkait dengan isu masalah syarat-syarat, penentuan jumlah pejabat/komisioner juga masa periode jabatannya. Setidaknya ada 16 putusan MK terkait dengan hal ini.

 

Misalnya, putusan MK No. 133/PUU-VII/2009 terkait aturan dengan pemberhentian pimpinan KPK. Putusan MK menyatakan pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan secara tetap setelah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, bukan saat masih menjadi terdakwa. Putusan MK No. 10/PUU-XV/2017 tentang penegasan larangan rangkap jabatan pengurus IDI dalam Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Putusan MK No. 38/PUU-XVI/2018 tentang Penegasan jumlah anggota KPU provinsi/kabupaten/kota masing-masing berjumlah 5 orang.      

 

Menurutnya, jika dilihat lebih dalam, MK sudah “mengubah” desain seleksi pejabat publik yang berkaitan dengan syarat menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD; tafsir masa jabatan kepala daerah; masa jabatan Jaksa agung; syarat menjadi penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP); masa jabatan Komisioner KPK; masa jabatan anggota BPK; proses seleksi hakim agung, seleksi komisioner Komisi Yudisial; proses seleksi komisioner Komisi Informasi; syarat menjadi hakim agung, masa jabatan hakim ad hoc, rangkap jabatan pengurus IDI dan Konsili Kedokteran Indonesia, dan seleksi anggota KPUD dan Panwaslu.

 

Keempat, Implementasi Putusan dalam Proses Peradilan. Firmasyah mengatakan implementasi putusan MK banyak juga ditemukan dalam proses peradilan yang tertuang dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) hingga Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Misalnya, Putusan MK No. 65/PUU-IX/2011 tentang Peninjauan Kembali terhadap putusan praperadilan. Ditindaklanjuti PERMA Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan PraPeradilan.  Putusan MK No. 03/PUU-XIV/2016 tentang format putusan pengadilan. Ditindaklanjuti dengan PERMA Nomor 9 Tahun 2017 tentang Format (Template) Dan Pedoman Penulisan Putusan/ Penetapan Mahkamah Agung.

 

Dia melanjutkan implementasi putusan MK dalam praktik peradilan, banyak ditemukan dalam putusan-putusan badan peradilan. Terutama terkait penanganan kasus-kasus kongkrit yang diadili dan diputus pengadilan baik tingkat pertama, banding, kasasi hingga peninjauan kembali (PK). Dalam hal ini, putusan PUU MK dijadikan sebagai bahan pembelaan atau mengajukan upaya hukum guna mendapatkan keadilan. Akhirnya mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

 

Kelima, Putusan MK yang Non-Implementatif. Firmasyah mengatakan putusan yang nonimplementatif, artinya putusan tersebut belum ditindaklanjuti atau tidak bisa dilaksanakan. Putusan yang belum ditindaklanjuti dapat dikatakan putusan yang semestinya bisa ditindaklanjuti dengan berbagai bentuk kebijakan namun dibiarkan menggantung, tidak jelas dan tidak diketahui bagaimana tindak lanjutnya. “Terdapat 17 putusan atau 7 persen PUU MK yang bernasib tidak diimpmentasikan,” kata dia.

 

Misalnya, putusan MK No. 006/PUU-IV/2006 yang membatalkan keseluruhan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Hingga kini tidak ada kejelasan bagaimana respon pemerintah untuk membuat dan menggantinya dengan UU KKR yang baru. Dan, juga Putusan No. 4/PUU-X/2012 yang membatalkan pembatasan dan ancaman pidana penggunaan lambang negara yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Tags:

Berita Terkait