Lembaga Peradilan pun Miliki Dana Nonbudgeter
Berita

Lembaga Peradilan pun Miliki Dana Nonbudgeter

Dana nonbudgeter ternyata bukan hanya ada di Bulog. Lembaga peradilan pun mempunyai dana nonbudgeter. Dana ini merupakan dana pihak ketiga yang tidak masuk dalam anggaran dan tidak dapat diaudit.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit

Namun, Soeparno menyatakan bahwa BPK tidak dapat mengaudit uang pihak ketiga ini, karena uang tersebut bukan merupakan uang negara. Berdasarkan ketentuan Indonesia Corruption Watch (ICW), BPK hanya berwenang memeriksa keuangan negara atau yang sumbernya dari negara. "Ini kan sumbernya dari uang berperkara," ujar Soeparno.

Soeparno menolak jika pengelolaan dana pihak ketiga ini dianggap tertutup. Menurutnya, para pihak yang berperkara dapat kapan saja melihat penggunaan dana itu dalam buku jurnal. "Buku jurnal itu merupakan 'rekening koran' bagi pihak yang berperkara dan sewaktu-waktu secara terbuka dapat dilihat dan dimintakan penjelasan tentang penggunaannya"ujar Soeparno.

Habis dipakai

Sistem pengelolaan dan mekanisme pengawasan dana tersebut juga telah diatur secara rinci dengan Surat Keputusan MA dan pola Bindalmin melalui Buku II tentang pedoman pelaksanaan tugas dan Administrasi Pengadilan yang dikeluarkan oleh MA.

Selain itu, menurut Soeparno, uang pihak ketiga itu jumlahnya tidak besar karena sifatnya yang habis dipakai. Misalnya, panjar biaya perkara digunakan untuk pelaksanaan proses persidangan, seperti pemanggilan, biaya sita, biaya materai, pemeriksaan tempat jika ada, dan lain-lain.

Kalaupun ada sisa, sisa itu akan dikembalikan pada pihak yang berperkara. Kecuali, untuk biaya perkara di pengadilan Niaga dan MA, kelebihan biaya perkara tidak akan dikembalikan.

Soeparno juga menyatakan semua dana pihak ketiga dipertanggungjawabkan   rupiah demi rupiah dalam buku jurnal dan juga ada pemeriksaan oleh atasan langsung, yaitu ketua PN atau PT dan MA. "Setiap tiga bulan, ketua pengadilan diwajibkan melakukan pemeriksaan mendadak," tegasnya. Karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan.

Menurut Soeparno, yang masih perlu ada pengaturan jelas dan tegas dari MA adalah mengenai jasa giro dari dana pihak ketiga itu. Selama ini, uang pihak ketiga yang disimpan pada bank-bank pemerintah tidak boleh didepositokan atau dijadikan tabungan yang mendapatkan bunga. Dalam kenyatannnya, uang pihak ketiga tersebut yang disimpan dalam rekening giro mendapat jasa giro.

Soeparno menambahkan, jasa giro ini tidak mungkin disetorkan pada negara karena bukan uang negara. Walau yang berhak atas jasa giro itu adalah para pihak, karena jumlahnya banyak dan jumlah uangnya berbeda-beda, maka tidak mungkin untuk dibagi-bagikan pada para pihak.

Karena itu, Soeparno mengusulkan agar MA mengatur supaya jasa giro itu dapat dipergunakan oleh pengadilan untuk menunjang biaya operasional dan peningkatan pelayanan pada pencari keadilan.

Tags: