Lembaga Pemantau Asing dalam Pemilu di Indonesia, Begini Aturan Hukumnya
Berita

Lembaga Pemantau Asing dalam Pemilu di Indonesia, Begini Aturan Hukumnya

Kehadiran pemantau asing konsekuensi logis dari pergaulan antar negara Asia dan semangat menciptakan iklim demokratis kawasan.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Kehadiran pemantau asing bukan sesuatu yang terlarang secara hukum. Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) diketahui telah mengundang 11 lembaga pemantau independen internasional, dan ikut menghadirkan 33 negara sebagai visitor dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin  menjelaskan, kehadiran lembaga pemantau asing bukan merupakan sesuatu yang luar biasa. Tidak ada ancaman serius sehingga publik seharusnya tidak perlu khawatir.

Hal yang sama terjadi di pemilu negara lain. Bawaslu, KPU dan lembaga pemantau dari Indonesia kerap diundang untuk hadir sebagai pemantau dalam beberapa Pemilu di luar negeri. Misalnya, dalam pemilu di Thailand beberapa hari lalu. “Sebagian besar yang kami pahami adalah mereka datang untuk belajar,” ujar Afif kepada wartawan, Selasa (27/3), di Media Center Bawaslu.

Cuma, Afif mengingatkan agar pemantau asing ikut menjaga situasi dalam negeri. Misalnya kepada mereka tidak diperkenankan untuk menafsirkan situasi politik dalam negeri. Selain itu, pemantau asing diimbau untuk tidak beropini terhadap situaasi Indonesia apalagi kemudian menghubungkan dengan kondisi negara tertentu. Untuk itu kehadiran pamantau asing oleh Afif dijelaskan hanya untuk mengikuti Pemilu di Indonesia. “Kalau mereka beropini dengan situasi Indonesia kemudian menghubungkan dengan kondisi negara mereka tentu berbeda, karena peraturan perundang-undangannya berbeda,” terang Afif.

(Baca juga: Ketua Bawaslu, Abhan: Kompetisi Pemilu 2019 Lebih Keras).

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengungkapkan, dalam kerangka hukum Pemilu, keberadaan pemantau asing bukan merupakan hak yang dimiliki lembaga pemantau. Keberadaan dan opini lembaga pemantau asing bukan merupakan parameter kualitas penyelengaraan Pemilu di suatu negara. Kehadiran pemantau asing adalah konsekuensi logis dari pergaulan antar negara dan semangat menciptakan iklim demokratis kawasan (Asia). “Jadi dia bukan parameter sebuah Pemilu itu demokratis atau tidak. Artinya tanpa dia kredibilitas Pemilu tidak menjadi terganggu,” ujar Titi.

Berdasarkan pemantauan Titi, sejak 2004 ada penurunan jumlah pemantau Pemilu asing yang datang ke Tanah Air. Penurunan ini sedikit banyak disumbang oleh perbaikan situasi dalam negeri yang menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat sipil Indonesia terhadap isu-isu Pemilu sangat tinggi. Dari perspektif visi yang dibawa serta, Titi mengakui kehadiran pemantau asing tidak seluruhnya atas undangan Pemerintah atau penyelenggara Pemilu di Indonesia. Ada lembaga pemantau asing yang datang membawa spektrum kerja yang lebih luas. Misalnya di luar isu demokratisasi Pemilu, lembaga pemantau asing ada pula yang membawa isu pemenuhan hak-hak kelompok rentan atau minoritas.

Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta berpendapat hal terpenting dalam menjalankan tugas pemantauan pemilu adalah memastikan proses daulat rakyat melalui suara yang diberikan saat pemungutan suara berlangsung benar-benar dikonversi menjadi suara yang menentukan hasil secara kredibel. Untuk itu penting bagi pemantau Pemilu untuk menjaga independensi, bersikap non-partisan, dan meletakkan kepentingan di atas kepentingan terwujudnya pemilu yang demokratis.

Kaka berpandangan bahwa peran Indonesia dalam meningkatkan kehidupan demokrasi di wilayah Asia sudah cukup signifikan. Ini dibuktikan antara lain dengan keberhasilan penyelenggaraan  sejumlah Pemilu yang kondusif dan diterima hasilnya secara legitimated. Pemantauan dilakukan dalam rentang waktu lama. “Kita memantau Pemilu tidak hanya satu dua hari. Kita memantau bahkan sejak perumusan peraturan perundang-undangan,” ujar Kaka.

Tags:

Berita Terkait