Lembaga Pemantau Asing dalam Pemilu di Indonesia, Begini Aturan Hukumnya
Berita

Lembaga Pemantau Asing dalam Pemilu di Indonesia, Begini Aturan Hukumnya

Kehadiran pemantau asing konsekuensi logis dari pergaulan antar negara Asia dan semangat menciptakan iklim demokratis kawasan.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Lembaga pemantau asing dapat memantau pemilu di Indonesia. Ilustrator: BAS
Lembaga pemantau asing dapat memantau pemilu di Indonesia. Ilustrator: BAS

Dalam narasi penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) yang demokratis, kehadiran pemantau Pemilu merupakan salah satu elemen penting selain keberadaan penyelenggara, peserta Pemilu, dan masyarakat pemilih. Pemantau pada hakikatnya adalah bagian dari masyarakat sipil yang hadir secara kelembagaan guna menjamin Pemilu yang demokratis dan partisipatif.

Sejarah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia banyak diwarnai kehadiran lembaga pemantau, terutama dari dalam negeri. Salah satu yang punya sejarah panjang adalah Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), lembaga pemantau yang telah ikut terlibat melakukan pemantauan pemilu sejak masa Orde Baru. Bagaimana sebenarnya aturan hukum mengenai lembaga pemantau pemilu di Indonesia?

UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebenarnya telah mengatur sejumlah ketentuan mengenai lembaga pemantau. Bahkan diatur secara khusus dalam Pasal 435-447 UU Pemilu. Aturannya Lembaga pemantau diwajibkan untuk mendaftar ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan diharuskan memperoleh akreditasi terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan pemantauan dalam pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Syarat yang harus dipenuhi lembaga pemantau sebelum memperoleh akreditasi antara lain harus bersifat independen, mempunyai sumber dana yang jelas dan terintegrasi, serta memperoleh izin dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah pemantauan. Inilah aturan secara umum untuk lembaga pemantau pemilu.

Berdasarkan UU Pemilu, ada tiga jenis pemantau yang bersinggungan dengan anasir asing: lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri; lembaga pemilihan luar negeri, dan perwakilan Negara sahabat Indonesia. Selain persyaratan umum untuk lembaga pemantau tadi, ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi pemantau asing. Pertama, mempunyai kompetensi dam pengalaman sebagai pemantau di negara lain yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari organisasi pemantau bersangkutan atau dari pemerintah negara lain tempat lembaga dimaksud melakukan pemantauan. Kedua, memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilu dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Ketiga, memenuhi tata cara melakukan pemantauan sesuai peraturan perundang-undangan.

Lembaga pemantau asing juga perlu memperhatikan 11 kewajiban dan 10 larangan bagi pemantau pemilu yang diuraikan dalam Pasal 441-442 UU Pemilu. Meskipun demikian ada aturan hukum jika pemantau pemilu bersangkutan adalah diplomat. Pasal 440 ayat (2) UU Pemilu menegaskan pemantau asing yang berasal dari perwakilan Negara asing yang berstatus diplomat berhak atas kekebalan diplomatik selama menjalankan tugas sebagai pemantau pemilu.

(Baca juga: Demi Legitimasi Pemilu, Waspadai Serangan Peretas).

Di antara lembaga pemantau yang sudah mendapatkan akreditasi dari Bawaslu ada dua pemantau asing, yaitu Asia Democracy Network (AND) dan Asian Network for Free Election (Anfrel). Kedua lembaga ini merupakan konsorsium yang membawahi sejumlah lembaga pemantau Pemilu di seluruh Asia. Anfrel misalnya, memiliki 26 anggota lembaga pemantau internasional, termasuk tiga di Indonesia: KIPP, Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), dan Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR).

Kehadiran pemantau asing bukan sesuatu yang terlarang secara hukum. Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) diketahui telah mengundang 11 lembaga pemantau independen internasional, dan ikut menghadirkan 33 negara sebagai visitor dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin  menjelaskan, kehadiran lembaga pemantau asing bukan merupakan sesuatu yang luar biasa. Tidak ada ancaman serius sehingga publik seharusnya tidak perlu khawatir.

Hal yang sama terjadi di pemilu negara lain. Bawaslu, KPU dan lembaga pemantau dari Indonesia kerap diundang untuk hadir sebagai pemantau dalam beberapa Pemilu di luar negeri. Misalnya, dalam pemilu di Thailand beberapa hari lalu. “Sebagian besar yang kami pahami adalah mereka datang untuk belajar,” ujar Afif kepada wartawan, Selasa (27/3), di Media Center Bawaslu.

Cuma, Afif mengingatkan agar pemantau asing ikut menjaga situasi dalam negeri. Misalnya kepada mereka tidak diperkenankan untuk menafsirkan situasi politik dalam negeri. Selain itu, pemantau asing diimbau untuk tidak beropini terhadap situaasi Indonesia apalagi kemudian menghubungkan dengan kondisi negara tertentu. Untuk itu kehadiran pamantau asing oleh Afif dijelaskan hanya untuk mengikuti Pemilu di Indonesia. “Kalau mereka beropini dengan situasi Indonesia kemudian menghubungkan dengan kondisi negara mereka tentu berbeda, karena peraturan perundang-undangannya berbeda,” terang Afif.

(Baca juga: Ketua Bawaslu, Abhan: Kompetisi Pemilu 2019 Lebih Keras).

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengungkapkan, dalam kerangka hukum Pemilu, keberadaan pemantau asing bukan merupakan hak yang dimiliki lembaga pemantau. Keberadaan dan opini lembaga pemantau asing bukan merupakan parameter kualitas penyelengaraan Pemilu di suatu negara. Kehadiran pemantau asing adalah konsekuensi logis dari pergaulan antar negara dan semangat menciptakan iklim demokratis kawasan (Asia). “Jadi dia bukan parameter sebuah Pemilu itu demokratis atau tidak. Artinya tanpa dia kredibilitas Pemilu tidak menjadi terganggu,” ujar Titi.

Berdasarkan pemantauan Titi, sejak 2004 ada penurunan jumlah pemantau Pemilu asing yang datang ke Tanah Air. Penurunan ini sedikit banyak disumbang oleh perbaikan situasi dalam negeri yang menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat sipil Indonesia terhadap isu-isu Pemilu sangat tinggi. Dari perspektif visi yang dibawa serta, Titi mengakui kehadiran pemantau asing tidak seluruhnya atas undangan Pemerintah atau penyelenggara Pemilu di Indonesia. Ada lembaga pemantau asing yang datang membawa spektrum kerja yang lebih luas. Misalnya di luar isu demokratisasi Pemilu, lembaga pemantau asing ada pula yang membawa isu pemenuhan hak-hak kelompok rentan atau minoritas.

Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta berpendapat hal terpenting dalam menjalankan tugas pemantauan pemilu adalah memastikan proses daulat rakyat melalui suara yang diberikan saat pemungutan suara berlangsung benar-benar dikonversi menjadi suara yang menentukan hasil secara kredibel. Untuk itu penting bagi pemantau Pemilu untuk menjaga independensi, bersikap non-partisan, dan meletakkan kepentingan di atas kepentingan terwujudnya pemilu yang demokratis.

Kaka berpandangan bahwa peran Indonesia dalam meningkatkan kehidupan demokrasi di wilayah Asia sudah cukup signifikan. Ini dibuktikan antara lain dengan keberhasilan penyelenggaraan  sejumlah Pemilu yang kondusif dan diterima hasilnya secara legitimated. Pemantauan dilakukan dalam rentang waktu lama. “Kita memantau Pemilu tidak hanya satu dua hari. Kita memantau bahkan sejak perumusan peraturan perundang-undangan,” ujar Kaka.

Tags:

Berita Terkait