Legislator Ini Kritisi PP Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Berita

Legislator Ini Kritisi PP Program Pemulihan Ekonomi Nasional

Terjadi dikotomi antara Bank Peserta dan Bank Pelaksana. Bila terjadi gagal sistemik, bank peserta dan pelaksana yang berpotensi menanggung resiko ekonomi dan hukum. Peran KSSK pun dipertanyakan karena seolah enggan menangani urusan likuiditas perbankan dengan ditunjuknya bank jangkar.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Kedua, melalui penempatan dana pemerintah dalam memberikan dukungan likuiditas perbankan yang berkategori sehat serta tergolong 15 bank beraset terbesar untuk merestrukturisasi kredit maupun tambahan kredit modal kerja.Ketiga, dengan mekanisme investasi dan/atau penjaminan dari pemerintah melalui badan usaha yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Sementara anggaran PEN bersumber dari APBN dan lainnya sesuai peraturan yang berlaku. Dalam praktiknya pelaksaan PEN di lapangan, Menteri Keuangan, BPK, dan BPKP yang mengawasi dan mengevaluasi untuk dapat memastikan program berjalan sebagaimana mestinya yakni pemulihan ekonomi nasional. Dia merujuk Pasal 8 PP 23/2020 yang mengatur pemerintah dapat melakukan PMN kepada BUMN dan/atau anak perusahaan BUMN terdampak  Covid-19.

Pertanyakan peran KSSK

Anggota Komisi XI DPR Fauzi H Amro menyoroti peran KSSK dalam pelaksanaan PP 23/2020 yang mengatur likuiditas perbankan dengan ditunjukan bank jangkar dalam hal ini Himbara sebagai pihak yang mengurus persoalan likuiditas perbankan. Bagi Fauzi penunjukan ini menyalahi UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) serta bertentangan dengan Perppu 1/2020.

Menurutnya, Himbara bukanlah regulator, melainkan hanya sebatas objek kebijakan. Sayangnya dengan terbitnya PP  23/2020, KSSK seolah enggan menangani urusan likuiditas perbankan. Padahal peran dan tugas KSSK merujuk UU 9/2016 dan Perppu 1/2020 menuai polemik. Dia menduga KSSK enggan terlibat dalam penentuan likuiditas perbankan agar terhindar dari jerat hukum di kemudian hari.

“Mereka tidak mau terlibat sama sekali sekaligus dan menyerahkan urusan likuiditas perbankan ke Himbara, itu namanya ‘cuci tangan’,” kritiknya. 

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menyarankan agar KSSK tetap mengacu UU6/2016 dengan tetap mengurus likuiditas perbankan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, dan LPS yang memiliki ranah mengurusi masalah perbankan. Dia menyodorkan pilihan solusi.

Pertama, membentuk badan baru khusus mengurusi masalah likuditas perbankan semacam Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tugas pokoknya menyehatkann perbankan, penyelesaian aset bermasalah, dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan.

Menurutnya, krisis keuangan yang dialami sejumlah perbankan terdampak Covid-19, membutuhkan lembaga semacam BPPN yang dipimpin Menteri Keuangan dengan melibatkan anggota KSSK lain. Kedua, urusan likuiditas perbankan tetap ditangani KSSK sesuai UU 9/2016 dan Perppu 1/2020.

“Sekarang kenapa keluar lagi PP yang menyerahkan urusan likuiditas perbankan ke Himbara? Mereka buat aturan yang tidak konsisten antara satu dengan lainnya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait