Legalitas Virtual Currency dan Risiko Penggunaannya dalam Pendanaan Terorisme
Kolom

Legalitas Virtual Currency dan Risiko Penggunaannya dalam Pendanaan Terorisme

Selama pemerintah Indonesia tidak mengakui adanya Bitcoin, maka penerapan Know Your Customer tidak ada artinya sepanjang belum diatur oleh pihak yang berwenang di Indonesia.

Bacaan 2 Menit

 

Bitcoin baru dikembangkan pada 2009 oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto, sehingga sampai saat ini identitas asli dari penemu Bitcoin tidak pernah diketahui.

 

Bitcoin adalah mata uang virtual web dan merupakan sebuah eksperimen ekonomi yang menarik di mana banyak orang sekarang menggunakannya untuk membeli barang (real item). Secara sederhana, Bitcoin adalah uang tunai di internet, yang tidak memerlukan bank, kartu kredit, biaya, atau kekhawatiran akan pencurian identitas seperti yang marak terjadi di dunia online. Sebagian orang menyebutnya cash for the internet. Bitcoin adalah mata uang peer-to-peer (P2P) digital terbaru yang dapat digunakan untuk menggantikan uang tunai dalam transaksi jual beli online.[6]

 

Tidak seperti mata uang online lainnya yang berhubungan dengan bank dan mengunakan sistem pembayaran seperti PayPal, Bitcoin secara langsung didistribusikan antara pengguna tanpa diperlukan perantara. Bitcoin mengkombinasikan kriptografi dan arsitektur peer-to-peer untuk menghindari pengawasan otoritas keuangan. Dengan demikian, transaksi dengan menggunakan Bitcoin tidak meninggalkan jejak karena tidak perlu melewati lembaga perantara seperti bank.[7]

 

Bitcoin bisa ditransfer ke negara mana saja di dunia jika terhubung dengan internet. Bitcoin akan disimpan ke dalam bitcoin wallet. Aplikasi wallet tersebut harus terpasang (installed) di gawai kedua belah pihak dengan personal computer atau laptop, tablet ataupun smartphone. Setelah memasang aplikasi wallet, maka pengguna akan mendapatkan bitcoin address.[8]

 

Saat ini, penggunaan Bitcoin bebas beroperasi dan telah digunakan oleh banyak negara, baik sebagai komoditas maupun disamakan kedudukannya seperti mata uang dalam melakukan transaksi. Namun, Bitcoin sering disalahgunakan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan aksi-aksi kejahatan.

 

Di Indonesia, Bitcoin marak digunakan oleh para pelaku bisnis dalam berinvestasi dan bahkan karena sifatnya yang pseudonym (tidak menggunakan identitas asli) serta terdesentralisasi (tidak ada otoritas keuangan atau pihak ketiga yang mengawasi dan mengontrol transaksi) sehingga sering digunakan oleh pelaku-pelaku kejahatan dalam melakukan tindak pidana. Seperti, pencucian uang (suatu proses di mana hasil tindak pidana kemudian ditransformasi seakan menjadi seperti uang bersih atau dibelikan aset)[9], pendanaan terorisme (memberikan dana untuk kegiatan terorisme)[10], dan tindak pidana lainnya yang menggunakan media Bitcoin dalam bertransaksi. Hal tersebut menjadi permasalahan suatu negara dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.[11]

 

Memang belum ada aturan atau standar internasional yang berlaku secara global terkait dengan virtual currency,khususnya Bitcoin. Namun beberapa negara saat ini sedang mencoba untuk mengatur mengenai virtual currency dan ada juga negara lain, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang, yang sudah mengaturnya.

Tags:

Berita Terkait