Larangan Eks Napi Nyaleg, Bentuk Penyelenggaraan Negara yang Bersih
Berita

Larangan Eks Napi Nyaleg, Bentuk Penyelenggaraan Negara yang Bersih

Sebagai upaya  menjamin  kualitas dan integritas dari orang-orang yang bakal dipilih oleh masyarakat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, KPU dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemilu tetap harus mengacu pada UU Pemilu, bukan kepada UU Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN. Apabila KPU membuat aturan melenceng dari aturan di atasnya, maka langkah utama yang dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah UU Pemilu.

 

“Tidak bisa kalau kita tidak setuju kemudian kita memunculkan apa yang kita mau. Soal pemberantasan korupsi kita semuanya setuju, tapi kita tidak setuju kalau nabrak-nabrak (aturan di atasnya, red),” ujarnya.

 

Senada dengan Zainudi Amali, anggota Komisi II Achmad Baidowi menilai, tindakan KPU dalam membuat aturan tersebut khususnya pelarangan eks napi korupsi nyeleg bertentangan dengan UU. Meski begitu ia memahami maksud KPU dalam menyusun peraturan tersebut. KPU tidak ingin para mantan napi mengulangi perbuatannya jika terpilih kembali menjadi anggota dewan.

 

“Tapi kan UU tidak ada yang melarang, masalahnya di situ. Baik caleg DPR maupun DPRD itu jelas normanya di UU (UU Pemilu). Bahwa, syarat tidak pernah diancam hukuman 6 tahun penjara itu kan jelas clear tidak ada perbedaan. Kalau itu dilanggar berarti KPU melanggar undang-undang,” ujarnya.

 

Ia berharap KPU tidak membuat peraturan yang bertentangan dengan UU. Jika harapan ini tidak dilaksanakan, bisa jadi ke depan akan ada uji materi terhadap peraturan yang diterbitkan KPU tersebut. Menurutnya, jika KPU bersikukuh ingin pelarangan tersebut tetap masuk dalam R-PKPU, maka ubah terlebih dahulu UU-nya.

 

Baca:

 

Tak melanggar HAM

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menilai, terdapat hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi. Misalnya, hukuman mati dan perbudakan yang tidak boleh dilakukan dalam perspektif HAM. Sementara hak politik  adalah HAM yang dapat dikurangi. Namun dalam rangka mengurangi hak politik itulah dibutuhkan putusan dari pengadilan atau UU.

Tags:

Berita Terkait