KY Ingatkan ‘Hukum Tidak Tertulis’ Terkait Putusan Eks Koruptor Boleh Nyaleg
Berita

KY Ingatkan ‘Hukum Tidak Tertulis’ Terkait Putusan Eks Koruptor Boleh Nyaleg

Namun, putusan MA sekalipun begitu, dapat dipandang sebagai koreksi jaminan hak dimaksud oleh negara selama ini.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Baginya, penyebutan “hukum tidak tertulis” sejalan dengan makna nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sekaligus kondisi yang secara sosiologis terjadi pada sebuah ruang dan waktu. Karena itu, hal ini terlalu jelas untuk dikesampingkan (oleh MA). Padahal, sejak tahun 2009, peradilan kita dikehendaki untuk tidak selalu jadi peradilan yang positivis.

 

“Tidak boleh ada vonis apakah ‘benar atau salah’ tentang putusan yang sudah diambil oleh Majelis MA dalam perkara ini. Yang tinggal adalah bagaimana sebetulnya keberpihakan dunia peradilan kita,” kata dia.

 

Dia menilai semangat larangan bagi terpidana korupsi untuk menjadi anggota legislatif adalah hal yang baik sebagai mekanisme jaminan negara untuk mendapatkan orang-orang yang baik. Namun, menurutnya putusan MA sekalipun begitu, dapat dipandang sebagai koreksi jaminan hak dimaksud oleh negara selama ini.

 

“Bisa jadi, melarang pencalonan memang betul tidak efektif atau cenderung ‘menabrak’ aturan dasar. Karena masih ada cara lain sebagai bentuk pendewasaan publik. Misalnya menandai/mendeklarasikan sejumlah calon sebagai mantan terpidana korupsi bisa jadi jauh lebih efektif,” tambahnya.

 

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyayangkan putusan MA tersebut yang dinilai masih memberi kesempatan bagi mantan narapidana kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Padahal, dengan peraturan KPU sebelumnya yang melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg justru dapat memperbaiki kualitas caleg yang dihasilkan dalam Pemilu 2019.

 

“Meskipun di awal KPK sangat berharap adanya perbaikan sangat signifikan yang bisa dilakukan bersama-sama untuk menyaring caleg agar tidak terjadi lagi korupsi di DPR atau DPRD. Di mana untuk kasus yang diproses KPK untuk DPRD saja ada 1.146 anggota dan kemungkinan akan bertambah sepanjang ada bukti yang cukup. Dan juga ada lebih dari 70 anggota DPR. Dengan fenomena ini, harapannya parlemen bisa lebih bersih, sehingga bisa disaring sejak awal,” ungkap Febri.

 

Untuk diketahui, selain Wa Ode Nurhayati, ada sekitar 11 pemohon lain yang mengajukan uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Intinya, mereka menilai kedua Peraturan KPU tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu.

Tags:

Berita Terkait