Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan sejumlah hal dalam rangka merespon putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nomor 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018 tanggal 9 Januari 2019. Dalam keputusannya, KPU tetap konsisten terhadap persoalan pertentangan sejumlah putusan pengadilan dan Bawaslu yang berbeda-beda terkait status pencalonan Oesman Sapta Odang pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) April mendatang.
KPU tetap meminta kepada Ketua Umum Partai Hanura itu untuk mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik jika ingin tetap maju dalam pemilihan anggota DPD. Hal ini sesuai amanat konstitusi UUD 1945 dan Putusan MK Nomor: 30/PUU-XVI/2018. Hal itu dibuktikan dengan menyerahkan surat pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat.
“Surat pengunduran diri tersebut diserahkan kepada KPU paling lambat pada tanggal 22 Januari 2019,” ujar Komisioner KPU Hasyim Ashari di hadapan wartawan, Rabu (16/1).
Menurut Hasyim, jika Oesman Sapta tidak menyerahkan surat pengunduran diri sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, maka yang bersangkutan tidak dapat dicantumkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Pemilu Tahun 2019.
Hasyim menjelaskan, sikap KPU ini telah sejalan dengan prinsip penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 huruf d UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, UUD 1945 dan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang pada intinya melarang pengurus partai politik untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPD.
Seperti yang diketahui, pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018, pada intinya menyatakan KPU dapat memberikan kesempatan kepada bakal colon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus partai politlk, untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Hal ini dibuktikan dengan adanya pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri. Dengan demikian untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945.