KPK: Delik Tipikor dalam RKUHP Potensi Hambat Pemberantasan Korupsi
Berita

KPK: Delik Tipikor dalam RKUHP Potensi Hambat Pemberantasan Korupsi

KPK diminta menyampaikan alasan keberatan perihal masuknya delik tipikor dalam RKUHP kepada pemerintah.

Rofiq Hidayat/Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Duduk bersama

Terpisah, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menilai UU Pemberantasan Tipikor tetap berlaku meskipun RKUHP nantinya disahkan menjadi KUHP. Artinya, KUHP yang baru tidak mengesampingkan UU Pemberantasan Tipikor. Menurutnya, dalam konteks ini berlaku pula asas lex spesialis derogat lex generalis, yang saling melengkapi.

 

Yasonna memahami ada pandangan dengan berlakunya KUHP yang baru beserta pasal-pasal korupsi menjadikan KPK bakal “bubar jalan”. Padahal, kata Yasonna, pandangan ada unsur pelemahan KPK tidaklah tepat. Sebab, membubarkan KPK sama halnya bunuh diri secara politik. Karena itu, Yasonna berharap KPK dapat duduk bersama dalam rapat Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

 

Saya bilang sudahlah kita rapat bersama, koordinasi bersama Menko. Ini kan masa politik, seolah-olah dibuat begitu pemerintahan sekarang dibuat seperti itu kan sama tidak baik. Udahlah kalau mau apa, bicaralah kita, duduk bersama,” harapnya.

 

Mantan anggota dewan periode 2009-2014 dari Fraksi PDIP itu mengatakan bila rapat dengan Kemenkopolhukam digelar, komisioner KPK mesti menguraikan perihal keberatan dan alasan KPK agar kecurigaan ini tidak perlu terjadi. Sebab, penyusunan RKUHP dilakukan oleh pakar-pakar hukum pidana yang juga pernah menjadi Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan KPK.

 

Yasonna memastikan tak ada niatan pemerintah untuk mengkerdilkan KPK. Sebaliknya, pemerintah bersama DPR sedang membangun sistem hukum yang lebih baik, bukan sebaliknya mengedepankan kepentingan ego sektoral. “Kita sedang bicara konstitusinya hukum pidana. Semua harus diatur generiknya, umum. Ini kan nggak ujug-ujug berlaku. Ada masa sosialisasi 2 tahun dulu,” katanya.

 

Sementara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pandangan KPK terkait keberatan dimasukannya pasal-pasal korupsi ke dalam RKUHP sudah berulang kali disampaikan. Namun terpenting, Presiden Joko Widodo mesti memiliki strategi pemberantasan korupsi yang lebih efektif. Menurutnya, KPK bukanlah pembuat UU. Sebaliknya, KPK hanyalah akibat dari adanya UU.


“Mereka tidak punya hak untuk menolak UU, mereka hanya melaksanakan UU, titik sampai disitu,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait