Konvensi Mediasi Singapura Dinilai Tak Perlu Buru-buru Diratifikasi
Berita

Konvensi Mediasi Singapura Dinilai Tak Perlu Buru-buru Diratifikasi

Yang lebih penting untuk dilakukan penyesuaian adalah me-review UU tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa berikut aturan turunannya.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Walaupun sudah di tandatangani oleh 46 negara, belum berarti 46 negara itu langsung enforce, karena masih memerlukan proses ratifikasi. Tugas kita harus memperlajari aspek-aspek pengaturannya dulu,” katanya.

 

Senada dengan Husseyn, Pengamat Hukum Internasional, Huala Adolf juga menyarankan agar Indonesia tak perlu terburu-buru meratifikasi KMS. Secara struktur, KMS juga disebutnya hampir sama dengan NYC 1958, bahkan sama-sama memuat 16 pasal. Ia juga mengomentari bilamana mediasi dilakukan untuk perkara yang menyangkut urusan pemerintahan, akan menjadi pertanyaan besar apakah suatu hasil mediasi yang bersifat negosiated settlement akan berdampak pada aturan-aturan yang terkait dengan aturan public.

 

“Ini seperti pengambilalihan aturan NYC 1958 ke Konvensi Mediasi Singapura, lebih baik Indonesia wait & see dulu saja,” tukasnya.

 

Kendati KMS memungkinkan untuk dilakukan reservasi, article 8 ayat (2) KMS membatasi secara strict hal-hal apa saja dalam Konvensi yang bisa direservasi. Sebagai informasi, Peneliti Research Center for International Trade & Arbitration FH Unpad, Mursal Maulana menjelaskan bahwa aturan reservasi dalam konvensi internasional merujuk pada article 19 Vienna Convention on the law of treaties 1969, diterjemahkan melalui UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional sebagai ‘persyaratan’.

 

Pasal 1:

Persyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internaisonal yang bersifat multilateral.

 

Artinya, katanya, suatu negara diperbolehkan melakukan reservasi bila Konvensi yang diratifikasi oleh negara tersebut memberi hak untuk melakukan reservasi. Namun memang ada perjanjian internasional tertentu yang sama sekali tidak memperbolehkan reservasi.

 

Dari perspektifnya sebagai pengamat, Mursal menilai KMS sebagai bentuk persuasif karena tidak mengharuskan para pihak melihat aturan dan norma dalam KMS secara terlalu strict. Namun menjadi ambigu jika membaca ayat (2) article 8 bahwa reservasi yang diperbolehkan harus reservasi yang di express secara jelas dalam KMS.

Tags:

Berita Terkait