Kontroversi Qanun, Perda Dengan Karakteristik Khusus
Fokus

Kontroversi Qanun, Perda Dengan Karakteristik Khusus

Penerapan syariat Islam adalah perjuangan sepanjang hayat bagi masyarakat Aceh. Tetapi dimana letak Qanun dalam tata urutan perundang-undangan nasional?

CR-3
Bacaan 2 Menit

 

Selain masalah penggunaan istilah, Maria juga menyoroti penggunaan simbol-simbol lain yang kental nuansa keislaman. Salah satunya adalah penggunaan kalimat ‘bismillahirrahmanirrahiim' pada bagian pembuka setiap qanun. Menurut Maria, penggunaan kalimat tersebut jelas berbeda, kalaupun tidak mau dikatakan bertentangan dengan UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

Lampiran UU No. 10/2004

B.1.                          Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

14. Pada pembukaan tiap jenis Peraturan Perundang-undangan sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan dicantumkan frase DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin.

 

Maria juga mengkhawatirkan penggunaan kalimat Basmalah akan memunculkan kecemburuan dari suku atau agama lain. Sebagai ilustrasi, Maria mengatakan provinsi Bali bisa saja menuntut agar mereka dapat menerbitkan perda khusus yang dibuka dengan kalimat sejenis sesuai dengan ajaran agama Hindu.

 

Asas personalitas

Masalah lain adalah asas personalitas atau siapa subjek yang dituju oleh qanun. Terkait hal ini, Abdullah Puteh ketika masih aktif sebagai Gubernur provinsi NAD, menegaskan bahwa penerapan syariat Islam, termasuk lingkup wewenang Mahkamah Syariah, hanya berlaku bagi warga Aceh yang beragama Islam.

 

Namun, penegasan Puteh itu terbantahkan oleh Qanun No. 5/2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam. Pasal 1 butir (7) menyatakan yang dimaksud dengan masyarakat adalah himpunan orang-orang yang berdomisili di provinsi Daerah Istimewa Aceh. Artinya tidak ada penegasan apakah syariat Islam hanya berlaku bagi masyarakat Aceh yang muslim atau sebaliknya.

 

Tidak adanya penegasan tersebut, tentu akan menimbulkan masalah. Bisakah seorang non-muslim dipidana jika ia melanggar syariat Islam bersama seorang Muslim? Problem ini dapat merujuk pada ketentuan pasal 4 ayat (3) dan pasal 19 Qanun No. 5/2000.

 

Berdasarkan Qanun ini, masyarakat yang berdomisili atau singgah di Aceh dapat dipidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda Rp 2.000.000 apabila tidak menghormati pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Anehnya, penjelasan Qanun No. 5/2000 tidak menjabarkan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan tidak menghormati pelaksanaan syariat Islam.

Halaman Selanjutnya:
Tags: