Konflik Advokat Bikin Bingung Hakim di Daerah
Berita

Konflik Advokat Bikin Bingung Hakim di Daerah

Mahkamah Agung meminta hakim-hakim di daerah tetap mengacu kepada SK KMA No 089 Tahun 2010 yang mengakui Peradi sebagai satu-satunya wadah tunggal organisasi advokat.

Ali/ASh
Bacaan 2 Menit

 

Dalam materi Rakernas, MA hanya meminta agar SK KMA No 089 Tahun 2010 yang mengakui Peradi sebagai wadah tunggal organisasi advokat tetap dijadikan rujukan. Selain itu, para hakim juga harus merujuk ke UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. “Baca seksama ketentuan UU Advokat khususnya Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) dan kaitkan dengan SK KMA No 089 Tahun 2010,” demikian penjelasan pihak MA dalam materi Rakernas.

 

Sebagai informasi, Pasal 3 ayat (2) mengatur syarat-syarat pengangkatan advokat dan Pasal 4 ayat (1) mengatur advokat wajib di sumpah di Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukum si calon advokat. Sedangkan, Pasal 28 ayat (1) mengatur bahwa harus ada satu organisasi wadah tunggal advokat.

 

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi mengatakan sikap MA terhadap persoalan konflik organisasi advokat ini sudah jelas, yakni mengacu pada kesepakatan perdamaian antara petinggi KAI dan Peradi di MA, beberapa waktu lalu. Berdasarkan kesepakatan itu, MA menerbitkan SK KMA No 089 Tahun 2010 yang mengakui Peradi sebagai wadah tunggal advokat.

 

Terkait advokat yang bisa beracara di pengadilan, Nurhadi mengatakan sikap MA hanya berbasis kepada sudah atau tidak advokat itu disumpah di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi setempat. “Kalau advokat itu sudah disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi, ya mereka bisa beracara di pengadilan. Kalau belum disumpah, berarti itu ilegal,” jelasnya kepada hukumonline, di sela-sela Rakernas MA 2010, Selasa (12/10).

 

Nurhadi tak menutup mata bahwa ada calon advokat KAI yang belum disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi. “Seharusnya Peradi dan KAI duduk bersama untuk membicarakan ini. Peradi juga harusnya mengakses calon advokat dari KAI yang belum disumpah,” tuturnya. Persoalan ini muncul, lanjut Nurhadi, karena setelah kesepatakan damai belum ada lagi upaya duduk bersama antara petinggi Peradi dan KAI.

 

Sekedar mengingatkan, persoalan ini bermula dari konflik organisasi advokat. Peradi dan KAI saling mengklaim sebagai wadah tunggal organisasi advokat. Padahal, UU Advokat menyebutkan hanya ada satu organisasi wadah tunggal advokat. Perseteruan ini diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan damai. Namun, belakangan KAI sendiri menolak kesepakatan itu.

 

Tak semua hakim bingung dengan perseteruan organisasi advokat ini. Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah (Palangkaraya) Nommy HT Siahaan bertekad hanya akan mengacu SK KMA No 089 Tahun 2010 yang mengamanatkan agar tercapainya wadah tunggal organisasi advokat yang bernama Peradi. “Kita nggak bisa menyimpang dari situ karena Keputusan MA ini kan memang berdasarkan kesepakatan yang sudah ditandatangani Peradi dan KAI,” ujarnya.

Tags: