Kolektif Kolegial untuk Hindari Penyalahgunaan Wewenang
Berita

Kolektif Kolegial untuk Hindari Penyalahgunaan Wewenang

Pemerintah menilai kolektif kolegial untuk mewujudkan proses keseimbangan.

ASH
Bacaan 2 Menit
Kolektif Kolegial untuk Hindari Penyalahgunaan Wewenang
Hukumonline

MK kembali menggelar sidang pengujian Pasal 21 ayat (5) UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan Farhat Abbas (advokat) dan Narliz Wandi Pilian (jurnalis independen) yang mempersoalkan kewenangan kolektif kolegial. Sidang kali ini mengagendakan penyampaian keterangan atau tanggapan dari pemerintah dan DPR.  

Dalam keterangannya, pemerintah menyatakan frasa “bekerja secara kolektif” dalam Pasal 21 ayat (5) UU KPK memiliki makna, setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh pimpinan KPK. Hal itu berkaitan erat dengan tugas, wewenang, dan kewajiban KPK yang sangat luar biasa.

“Kewenangan itu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang KPK, sehingga  diperlukan pimpinan KPK yang memiliki kecakapan, kejujuran, dan integritas moral yang memadai. Termasuk proses pengambilan keputusannya harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh pimpinan KPK,” kata Direktur Litigasi Kemenkumham, Mualimin Abdi, saat membacakan keterangan pemerintah, di ruang sidang MK, Rabu (26/6).

Pemerintah menilai makna kolektif kolegial dalam pasal itu tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sebab, keberadaan makna kolektif kolegial justru mewujudkan prinsip keseimbangan (check and balances) untuk meningkatkan status ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka bentuk pengambilan keputusan yang harus disetujui bersama-sama oleh pimpinan KPK jika memenuhi dua alat bukti.

Menurut Mualimin ketentuan itu menuntut kehati-hatian bagi pimpinan KPK sebelum menetapkan proses penyidikan suatu kasus. “Sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK dituntut bekerja semaksimal dan secermat mungkin terutama menyangkut pembuktian,” tutur Mualimin.   

“Menyatakan Pasal 21 ayat (5) UU KPK tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan menolak permohonan pengujian pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” pintanya.

Hal senada disampaikan DPR yang menyatakan frasa “bekerja secara kolektif” dalam Pasal 21 ayat (5) UU KPK tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum seperti diatur Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut DPR, makna frasa bekerja secara kolektif sebagaimana sangat diperlukan untuk memenuhi prinsip kehati-hatian, akuntabel, transparan, dan menjunjung tinggi hukum tanpa sedikitpun toleransi atas penyimpangan.

Tags: