Kolektif Kolegial untuk Hindari Penyalahgunaan Wewenang
Berita

Kolektif Kolegial untuk Hindari Penyalahgunaan Wewenang

Pemerintah menilai kolektif kolegial untuk mewujudkan proses keseimbangan.

ASH
Bacaan 2 Menit

“Prinsip-prinsip itu sangat diperlukan dalam proses penegakan hukum,” ujarnya.

Karenanya, cepat atau lambatnya KPK melaksanakan tugas memberantas korupsi, khususnya pada kasus-kasus tertentu tidak serta merta menyebabkan Pasal 21 ayat (5) UU KPK menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan konstitusi. Menurut DPR, hal tersebut merupakan pelaksanaan/penerapan norma UU KPK oleh KPK.

“Jadi, menurut DPR, tidak ada pertentangan antara Pasal 21 ayat (5) dan Pasal 28D ayat (1) UUD. Artinya, kita membuat UU itu tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan yang kita buat dan ada batasannya juga,” tegas Nurdin.

Farhat dan Narliz mempersoalkan kewenangan kolektif kolegial KPK yang diatur Pasal 21 ayat (5) UU KPK. Menurutnya, pengambilan keputusan yang mensyaratkan secara kolektif oleh Pimpinan KPK mengakibatkan proses yang cukup lama dan tidak memberikan kepastian hukum. Ketentuan itu dinilai menghambat kreativitas dan inovasi Ketua KPK untuk mengambil keputusan untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi

Seperti yang terjadi dalam kasus proyek Hambalang yang melibatkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Sesuai keterangan Wiwin Suwandi dari lima pimpinan KPK terdapat satu pimpinan (Busyro Muqoddas) yang belum sepakat meningkatkan kasus itu ke tingkat penyidikan. Karenanya, pemohon meminta MK membatalkan Pasal 21 ayat (5) UU KPK itu karena bertentangan dengan UUD 1945.

Tags: