Koalisi Minta Pembentukan Komponen Cadangan Ditunda
Berita

Koalisi Minta Pembentukan Komponen Cadangan Ditunda

Pemerintah lebih baik membenahi profesionalisme komponen utama dan menjalankan reformasi militer sebagaimana mandat TAP MPR No.VII Tahun 2000, UU TNI, serta merevisi UU Peradilan Militer.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Peneliti HRWG Jesse Halim menyebut ada masalah dalam aturan hukum pembentukan komponen cadangan sebagaimana diatur UU PSDN. Misalnya, definisi ancaman sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dinilai terlalu luas. Ketentuan itu mengatur ancaman terdiri dari militer, nonmiliter, dan hibrida. Luasnya definisi ancaman itu bisa diartikan komponen cadangan yang telah dibentuk akan disiapkan untuk menghadapi ancaman dalam negeri. Sama seperti dalih pemerintah selama ini untuk menghadapi ancaman komunisme dan terorisme yang menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

 

“Pembentukan dan penggunaan komponen cadangan harus diorientasikan mendukung komponen utama (TNI) dalam menghadapi ancaman militer dari luar,” ujar Jesse mengingatkan.

 

Pengacara publik LBH Jakarta Darmawan Subakti menegaskan UU PSDN tidak mengadopsi standar dan prinsip HAM. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan yang mengatur tentang “kesukarelaan” dalam pembentukan komponen cadangan. Harusnya prinsip ini dipandang secara luas, bukan hanya saat pendaftaran, tapi juga ketika mobilisasi. Anggota komponen cadangan harus diberi ruang mengubah pilihan mereka atas dasar kepercayaan (censcientious objection).

 

Darmawan juga mengkritik ancaman pidana bagi komponen cadangan yang tidak memenuhi panggilan mobilisasi sebagaimana diatur Pasal 77 ayat (1) UU PSDN. Adanya sanksi pidana ini menunjukkan komponen cadangan bukan bersifat sukarela, tapi wajib. “Absennya pasal yang menolak penugasan militer karena bertentangan dengan kepercayaan merupakan pelanggaran Pasal 18 Kovenan Sipil dan Politik,” lanjutnya.

 

Prinsip kesukarelaan dalam UU PSDN juga bermasalah karena mekanisme pendaftaran sukarela tidak berlaku terhadap unsur sumber daya alam (SDA) dan sumber daya buatan (SDB). Pendaftaran sukarela hanya untuk komponen cadangan dari unsur warga negara. Pembentukan komponen cadangan unsur SDA dan SDB melalui penetapan oleh Menteri Pertahanan. Ketika ditetapkan, pemilik atau pengelola SDA/SDB itu wajib menyerahkannya untuk dibina dan dimobilisasi.

 

“Hal ini membuka peluang penyalahgunaan dengan dalih pembentukan komponen cadangan, penggunaan kewenangan itu digunakan untuk menguasai berbagai SDA/SDB yang dimiliki secara perseorangan baik swasta atau warga negara,” papar Darmawan.

 

Peneliti ICW Wana Alamsyah menyoroti penerapan hukum militer pada komponen cadangan. Pasal 46 UU PSDN mengatur komponen cadangan selama aktif diberlakukan hukum milter. Sebelum membentuk komponen cadangan dan memberlakukan hukum militer, Wana mengingatkan pemerintah wajib menjalankan mandat TAP MPR No.VII Tahun 2000 yang menyatakan prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran pidana umum. Ketentuan serupa juga diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

Tags:

Berita Terkait