Koalisi: Pemerintah Tidak Singgung Represi Digital dalam Sidang UPR Keempat
Terbaru

Koalisi: Pemerintah Tidak Singgung Represi Digital dalam Sidang UPR Keempat

Pemerintah Indonesia dinilai gagap dalam mengenali pentingnya pemenuhan hak-hak digital masyarakat.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

“Kami mengutuk serangan terhadap para sarjana dan mahasiswa dan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk bergabung dengan kami bergandengan tangan dalam membela kebebasan akademik di Indonesia,” ujar Dhia.

Manajer kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menyebut dalam forum internasional itu pemerintah tidak memberikan informasi utuh mengenai situasi HAM di Indonesia. Salah satu contohnya adalah klaim bahwa pemerintah Indonesia melakukan perbaikan instrumen hukum melalui RUU KUHP, yang kenyataannya memiliki pasal-pasal bermasalah yang berpotensi melanggar HAM.

Sejumlah pasal dalam RUU KUHP yang berpotensi melanggar HAM antara lain mengenai pencemaran nama baik, pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, pasal penghinaan pemerintah, dan pasal makar. Nurina menyebut berbagai ketentuan tersebut selama ini digunakan untuk membungkam kritik terhadap kebijakan negara. Serta merepresi pihak yang memiliki pandangan politik berbeda.

“Pasal-pasal itu dipertahankan dalam draft terbaru RUU KUHP. Padahal hak-hak tersebut dijamin dalam instrumen hukum internasional yang diratifikasi Indonesia dalam bentuk Undang-Undang,” papar Nurina.

Klaim pelibatan masyarakat sipil juga tidak mencerminkan situasi sebenarnya mengenai serangan yang dialami pembela HAM dalam beberapa tahun terakhir. Nurina menjelaskan catatan Amnesty International selama periode 2019-2022 menunjukkan ada 328 kasus serangan fisik maupun digital terhadap masyarakat sipil dengan 834 korban.

Tags:

Berita Terkait