Klausul CSR Tidak Menabrak UUD 1945
UU Perseroan Terbatas

Klausul CSR Tidak Menabrak UUD 1945

Pemerintah bersama DPR sepakat mengesahkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Masih belum beranjak, titik perhatian tetap tertuju pada tanggung jawab sosial perusahaan. Perseroan yang berbisnis syariah wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah.

Ycb/IHW
Bacaan 2 Menit

 

Terpisah, anggota Konsultan Hukum Pasar Modal Sutito menjelaskan CSR memang perlu. Namun, kegiatan CSR ini bukan berarti untuk mengganti kerugian lingkungan. Perusahaan yang mencemari lingkungan memang harus bertanggung jawab. Tapi itu namanya corporate responsibility. Kalau CSR, lebih bersifat sukarela.

 

UU PT, Pasal dan Ayat Terpilih

Pasal 74

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutuan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 109

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris wajib mempunyai dewan pengawas syariah.

(2) Dewan pengawas syariah terdiri atas seorang ahli atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

(3) Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

 

Sementara itu, perusahaan milik negara (BUMN) sudah menerapkan CSR yang diwajibkan oleh UU 19/2003 tentang BUMN, lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Nah, untuk BUMN dikecualikan karena sudah ada UU tersendiri. Mereka kan perusahaan yang dimiliki oleh negara, bukan layaknya swasta. Bahkan pola CSR mereka sudah rinci aturan pelaksananya, tutur Akil.

 

Dewan Pengawas Syariah

Ketentuan baru lainnya adalah kewajiban perusahaan membentuk dewan pengawas syariah. Bagi perusahaan yang menjalankan usahanya dengan prinsip syariah, sambung Akil. Dalam ketentuan tersebut, dewan ini semacam dewan komisaris. Tugasnya, memberi saran kepada direksi serta mengawasi jalannya perseroan. Anggota lembaga ini diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

Sutito mengusulkan anggota dewan pengawas syariah mengantongi sertifikat dari MUI. Sebelum ditunjuk oleh RUPS, dia harus memperoleh sertifikat dari MUI, tukasnya. Menurut Sutito yang bekerja sebagai lawyer di SGS Consulting, jangan sampai anggota dewan ini baru mengajukan sertifikasi setelah diangkat oleh para pemegang saham.

 

Belum Semapan Eropa

Akil menyadari ada satu ketentuan yang masih mengganjal. Yakni, keharusan minimal dua pihak pemegang saham. Kita memang masih mewajibkan kepemilikan saham minimal dua orang. Kita belum seperti Eropa yang sudah membolehkan satu pihak mendirikan sebuah PT.

 

Menurut Akil, hal ini karena sistem hukum Indonesia belum sedewasa Benua Biru. Lihat saja. Mereka sudah punya sistem penegakan hukum yang bagus. Mata uang pun bisa satu  untuk sekawasan. Kalau di Indoensia, jujur saja, banyak orang yang bikin PT hanya untuk bobol bank. Era kita memang belum sampai ke sana.

Tags: