Kisah Lahirnya Konsep Negara Kepulauan Buah Pikir Mochtar Kusumaatmadja
Utama

Kisah Lahirnya Konsep Negara Kepulauan Buah Pikir Mochtar Kusumaatmadja

Perjalanan panjang Prof Mochtar memperjuangkan konsep negara kepulauan bermula dari tantangan Chairul Saleh untuk menyusun agar Indonesia dapat memperoleh kedaulatannya di wilayah laut. Atas kerja kerasnya, konsep negara kepulauan akhirnya diterima menjadi prinsip dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Guru Besar Hukum Internasional FH Unpad Prof Etty R. Agoes. Foto: FKF
Guru Besar Hukum Internasional FH Unpad Prof Etty R. Agoes. Foto: FKF

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah tidak dapat secara mulus menegakkan kedaulatan, khususnya di wilayah perairan. Salah satu dari polemik yang muncul ialah mengenai kedaulatan atas perairan di wilayah Indonesia yang seringkali masih diduduki oleh Belanda. Kala itu, pemerintah RI pernah membentuk Panitia Rancangan UU Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim untuk menggantikan pengaturan zaman Belanda yang dikenal sebagai Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) Tahun 1939.

“Ini (panitia RUU Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim) muncul ketika waktu itu pak Mochtar Kusumaatmadja ditantang oleh Menteri Chairul Saleh untuk mencari cara terbaik agar Indonesia dapat memperoleh kedaulatan di wilayah laut. Secara kebetulan Pak Chairul Saleh ini memang bersaudara dengan Ibu Mochtar Kusumaatmadja,” ujar Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (FH Unpad) Prof Etty R. Agoes dalam Webinar Prof Mochtar Kusuma Atmadja dan Kontribusinya Bagi Hukum Indonesia bertajuk “Mochtar Kusumaatmadja dan Hukum Internasional”, Senin (6/6/2022).

Baca Juga:

Meski dikenal sebagai keponakan Chairul Saleh, ia menyadari keistimewaan Prof Mochtar Kusumaatmadja hingga ia memberi tantangan untuk menyusun agar Indonesia dapat memperoleh kedaulatannya di wilayah laut. Bukan tanpa alasan, kala itu terdapat gerakan dari Belanda untuk kembali menguasai Irian Barat. Sampai-sampai Belanda berani memasukkan sejumlah kapal termasuk kapal perangnya melalui perairan antar pulau Indonesia yang pada masa itu belum disatukan menjadi perairan bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Etty menyampaikan Prof Mochtar menghadapi beberapa kesulitan dari tantangan yang diberikan oleh Chairul Saleh. Salah satunya, fakta tidak ada ketentuan hukum internasional yang dapat mendukung atau mengubah yuridiksi nasional di laut. Terlebih, bagi negara dengan kondisi geografis seperti Indonesia.

“Kemudian beliau terpikir untuk mengusulkan batas-batas dari kedaulatan Indonesia di laut itu dengan menarik garis yang menghubungkan pulau-pulau yang ada di Indonesia ini terutama yang paling di luar yang mengelilingi seluruh kepulauan Indonesia. Ini dihubungkan satu sama lain, kalau sekarang dikenal sebagai garis pangkal. Dari garis pangkal itu diukur laut territorial dan sebagainya, sehingga perairan di sebelah dalam dari garis pangkal itu akan menjadi wilayah negara,” terangnya.

Apabila hal tersebut betul-betul dapat teratasi, diharapkan Indonesia dapat mengawasi bagian laut yang cukup dalam yang selama ini memisahkan pulau-pulau satu sama lain. Dahulu itu merupakan hal yang sulit dilakukan karena masih berlakunya TZMKO 1939, laut territorial yang berlaku untuk Indonesia hanya 3 mil laut dan jika keluar dari 3 mil itu akan dianggap sebagai perairan internasional.

Tags:

Berita Terkait